Rabu, 27 Oktober 2010

Contoh Kasus Etika BIsnis

CONTOH KASUS ETIKA BISNIS
I. PENDAHULUAN
I.1. LATAR BELAKANG

Pada kondisi saat ini, setiap pelaku bisnis jelas akan semakin berpacu dengan
waktu serta negara-negara lainnya, agar terwujudnya suatu tatanan perekonomian yang saling menguntungkan. Tentunya semua perusahaan harus sudah mengacu kepada implementasi GCG yang sudah bisa ditawar-tawar lagi, sehingga dapat dikatakan bahwa bisa atau tidak bisa yang pada akhirnya tetap berusaha dan bukan merupakan suatu kebutuhan. Selain itu, memang belum adanya sangsi yang tegas dari pihak regulaor dalam hal ini pemerintah yaitu jika bagi perusahaan yang tidak menerapkan GCG. Dibeberapa negara maju, GCG saat ini sudah dianggap sebagai
sauatu asset perusahaan yang sangat bermanfaat, misalnya GCG akan dapat meningkatkan nilai tambah bagi pemenang saham dan mempermudah akses ke pasar domestik maupun ke luar negeri (global) serta tidak kalah pentingnya dapat membawah citra perusahaan yang positif dari masyarakat

I.2. PENJELASAN TENTANG ETIKA BISNIS.
Secara sederhana yang dimaksud dengan etika bisnis adalah cara-cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan, industri dan juga masyarakat. Kesemuanya ini mencakup bagaimana kita menjalankan bisnis secara adil , sesuai dengan hukum yang berlaku tidak tergantung pada kedudukan individu ataupun perusahaan di masyarakat.

Etika bisnis dibagi dalam:

(1).Descriptive ethics :is concerned with describing, characterizing and studying
the morally of a people, a culture, or a society. It also compares ancontracts
different moral codes, systems, practices, beliefs, and value ( A. Buchhholtz and
B.Rosenthal, 1998)

(2). Normative ethics: concerned with supplying and justifying a coherent moral
system ofthinking and judging. Normative etuncov develop,and basic principles
that are intended to guide behavior, actions, and decisions.(R.DeGeorge, 2002)
Menurut Caroll dan Buchholtz “ ethics is the discipline that deals with what
is good and bad and with moral duty and obligation. Ethics can also be
regarded as aset of moral principles or values. Morality is a doctrine system
of moral conduct .Moral conduct refer to that which relates to principles of
right and wrong behavior that takes place within a business context . Business
ethics, therefore is concerned with good and bad or right an d wrong behavior
that takes place within a business context. Concepts of right and wrong are
increasingly being interpreted today to include the more difficult and subtle
questions of fairness, justice, and equity. Ethics is a philosophical term
derived from the Greek word “ethos” meaning character or custom. This definition
is germane to effective leadership in organization in that it connote
organization

I.3. PENJELASAN TENTANG MEMBANGUN ’’ BUILT TO BLESS’ COMPANY.
Ingin diberkati adalah keinginan yang wajar, ingin menjadi berkat bagi orang lain adalah keingginan yang mulia. Menurut Peter Straub, kadang-kadang…. apayang harus engkau kerjakan adalah kembali ke awal dan melihat segalanya dalam sebuah cara pandang yang baru. Jim Collin (2001), implementasi konsep membuat perusahaan menjadi perusahaan yang Good to Great. Dimana kriteria perusahaan agar bisa dipilih sebagai perusahaan yang Good to Great adalah seperti berikut :

(1). Perusahaan menunjukkan pola kinerja baik yang ditemukan titik transisi menuju ke kinerja hebat. Kinerja hebat di definisikan sebagai kumunikasi total hasil saham paling sedikit 3 kali dari pencapaian pasar secara umum, mulai dari titik transisi (T) dalam 15 tahun kemudia Sedangkan kinerja baik hanya menghasilkan 1.25 kali dari pencapaian pasar secara umum selama 15 tahun sebelum titik transisi (T-15). Rasio antara kumulatif hasil saham padaT+15dan T-15 harus lebih dari 3.

(2). Pola kerja kinerja Good to Great harus merupakan upaya pergeseran perusahaan (company ) itu sendiri bukan karena kecenderungan industri (industry event). Dengan kata lain,perusahaan harus menunjukkan pola tidak hanya relatif terhadap pasar, tetapi juga terhadap industrinya.
(3).Perusahaan adalah perushaan yang sudah cukup lama beroperasi setidaknya 25 tahun
sebelum titik transisi, dan merupakan perusahaan terbuka setidaknya dalam 10 tahun.
(4). Titik transisi sudah terjadi pada tahun 1985, dan tahun 2000 adalah tahun
analisis.
(5) Perusahaan sudah masuk dalam daftar peringkat FORTUNE 500 pada tahun 1995 yang
diterbitkan tahun 1996.
(6) Perusahaan masih menunjukkan kecenderungan naik dengan kemiringan hasil saham
kumulatif relatif terhadap pasar pada titik awal transisi harus sama lebih
baik dari 3/1 yang dipersyaratkan untuk memenuhi kriteria 1 pada fase T+15. Ini
berlaku untuk T+15 yang jatuh sebelum tahun 1996. Dari keenam kriteria tersebut
tadi masih dilakukan seleksi dalam 4 tahap yaitu: Tahap pertama menghasilkan
1.435 perusahaan dari seluruh FORTUNE 500(1965-1995) Tahap kedua tersaring 126
perusahaan Tahap ketiga menjaring 19 perusahaaan yang tersisa, dan Tahap keempat
menghasilkan 11 perusahaan yang berkriteria Good to Great ”the man behind the
gun”. Bila pimpinan puncak tidak memiliki unsur BMF, maka perusahaan itu tidak
mungkin menjadi perusahaan yang berlandaskan spriritual (spiritual company).




Contoh Kasus Sebagai Pelaku Bisnis

Pada tahun 1990 an, kasus yang masih mudah diingat yaitu Enron. Bahwa Enron adalah perusahaan yang sangat bagus dan pada saat itu perusahaan dapat menikmati booming industri energi dan saat itulah Enron sukses memasok enegrgi ke pangsa pasar yang bergitu besar dan memiliki jaringan yang luar biasa luas. Enron bahkan berhasil menyinergikan jalur transmisi energinya untuk jalur teknologi informasi. Dan data yang ada dari skilus bisnisnya, Enron memiliki profitabilitas yang cukup menggiurkan. Seiring dengan booming indutri energi, akhirnya memosisikan dirinya sebagai energy merchants dan bahkan Enron disebut sebagai ”spark spead” Cerita pada awalnya adalah anggota pasar yang baik, mengikuti peraturan yang ada dipasar dengan sebagaimana mestinya. Pada akhirnya Enron meninggalkan prestasi dan reputasinya baik tersebut, karena melakukan penipuan dan penyesatan.. Sebagai perusahaan Amerika terbesar ke delapan, Enron kemudian kolaps pada tahun 2001.

I.5. TUJUAN PEMBAHASAN.
Tujuan dari pembahasan ini adalah untuk :
1. Penerapakan peranan etika bisinis dalam implementasi sebagai good corporat
governance
2. Penerapakan membangun “built to bless” dalam implementasi sebagai good corporate
governance



II. PEMBAHASAN

Berbisnis dengan etika dan atau etika berbisnis, sebenarnya keberadaan etika
bisnis tidak hanya menjawab pertanyaan-pertanyaan yang sederhana atau ”remeh” atau, “ Bisakah kita melakukan etika berbisnis/ tidak melanggar hukum untuk meningkatkan kinerja divisi kita ?” jawabannya “pasti bisa” Jurnal Business and Society Review (1999), menulis bahwa 300 perusahaan besar yang terbukti melakukan komitmen dengan publik yang berlandaskan pada kode etik akan meningkatkan market value added sampai dua-tiga kali dari pada perusahaan lain yang tidak melakukan hal serupa. Bukti lain, seperti riset yang dilakukan oleh DePaul University (1997), menemukan bahwa perusahaan yang merumuskan komitmen korporat mereka dalam menjalankan prinsip-prinsip etika memiliki kinerja finansial (berdasarkan penjualan tahunan/revenue) yang lebih bagus dari perusahaan lain yang tidak melakukan hal serupa. Sebuah studi selama 2 tahun yang dilakukan The Performance Group, sebuah konsorium yang terdiri dari Volvo, Unilever, Monsato, Imperial Chemical Industires, Deutsche Bank, Electolux, dan Gerling, menemukan bahwa pengembangan produk yang ramah lingkungan dan peningkatan environmental compliance bisa menaikkan EPS (earning per share) perusahaan, mendobrak profitability, dan menjamin kemudahan dalam mendapatkan kontrak atau persetujuan investasi.

II.1. PERANAN ETIKA BISNIS DALAM PENERAPAN GCG
(1). Nilai Etika Perusahaan ( Company Ethics Value)
Kepatuhan pada kode etik ini merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan dan memajukan reputasi perusahaan sebagai karyawan dan para pimpinan perusahaan yang bertanggung jawab, dimana pada akhirnya akan memaksimalkan nilai pemegang saham. Beberapa nilai-nilai etika perusahaan yang sesuai dengan prinsip-prinsip GCG, yaitu kejujuran, tanggung jawab, saling percaya, keterbukaan dan kerja sama. Sebagai contoh yang sering kita ketahui yaitu kode etik yang harus dipatuhi oleh seluruh karyawan dan pimpinan perusahaan, antara lain masalah informasi rahasia dan bentuan kepentingan.

(2). Code of Corporate and Business Conduct
Kode etik dalam tingkah laku berbisnis di perusahaan (code of corporate and business conduct) merupakan implementasi salah satu prinsip Good Corporate Governance (GCG). Kode etik tersebut menuntut karyawan & pimpinan perusahaan untuk melakukan prakter-praktek etik bisnis yang terbaik di dalam semua hal yang dialakukan atas nama peusahaan. Dengan tujuan agar prinsip etika bisnis menjadi budaya perusahaan (corporate culture), maka seluruh karyawan dan para pimpinan perusahaan akan berusaha memahami dan berusaha mematuhi “mana yang boleh” dan mana yang tidak boleh dilakukan dalam aktivitas bisnis perusahaan. Pelanggaran atas kode etik merupakan hal yang serius, bahkan dapat termasuk kategori pelanggaran hokum.

Contoh :
Di Indonesia dengan Topik : The Challenges of Legal Profession in The Corrupt Society (Gayus Lumbuun, 2008), yang memaparkan (1) penegakan hokum pembrantas korupsi, (2) substansi/norma hukum kebijakan pemberantas KKN, (3)kelembagaan/ struktur hukum pemberantas KKN, (4) budaya hukum (legal culture dalam kebijakan pemberantas KKN. Dari keempat unsur hukum tersebut, maka unsure ketiga dari sistem hukum yang sangat berpengaruh dalam implementasi UU tentang tindak pidana korupsi adalah masalah budaya hukum yang terkait dengan pemberantas KKN. Budaya hukum disini dapat dikelompokkan kedalam 2 hal yaitu:
budaya yang menyimpang dan buadya sebagai karekter entitas. Budaya hukum yang menyimpang inilah yang sebenarnya masih dapat diperbaiki. Bebarapa bagian penting yang terkait dengan budaya hukum ini adalah mengenai sebab-sebab dan pelaku korupsi, serta dukungan masyarakat dalam pemberantas KKN, dan strategi umum yang dapat dilakukan dalam pemberantas KKN.

II.2. MEMBANGUN ETIKA BISNIS DAN BISNIS YANG BERETIKA
Etika di dalam bisnis sudah tentu harus disepakati oleh orang-orang yang
berada dalam kelompok bisnis serta kelompok yang terkait lainnya. Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain :
(1). Pengendalian diri./ kejujuran.
(2). Social Responsibility
(3). Memiliki prinsip / mempertahankan jati diri.
(4). Menciptakan persaingan yang sehat.
(5). Menerapkan konsep yang berksinambungan.




II.3. MEMBANGUN “ BUILT TO BLESS”DALAM PENERAPAN GCG.

(1). Moralitas Kerja dalam Bentuk Etika Bisnis dan Etika Kerja
Moralitas ini merupakan landasan berbisnis dengan etika yang baik. Etika bisnis dan etika kerja adalah dua hal utama yang terus dipertahankan sebagai cara kerja dalam mencapai tujuannya. Keduanya merupakan standar yang diyakini tentang baik buruk dalam pengelolaan usaha (a defined standard of right or wrong what some one often said). Bukan hanya memiliki dokumen yang tertulis di kertas tapi terpatri dalam hati. Seluruh jajaran mengahayati dan mengamalkan karena karena percaya bukan paksaan atau bagian dari deskripsi pekerjaan dan proses. Moralitas yang setidaknya mencakup pedoman etika bisnis dan etika kerja ini secara tertulis dijabarkan dan dikomunikasikan secara terus menerus. Pimpinan perusahaan menjadi pemegang kunci pelaksanaan yang senantiasa dilihat oleh seluruh pekerja. Dalam keadaan krisis tidak terbatas pada target penjualan dan yang tidak tercapao, tetapi bahkan sampai keberadaan bisnis sekalipun, pimpinan dan organisasi yang memiliki kinerja emosional dan etikal yang tinggi akan terus berupaya mempertahankannya tanpa kompromi. Etika bisnis mencakup bagaimana menata hubungan yang etis perusahaan dan seluruh pemangku kepentingan seperti hubungan perusahaan dan seluruh pemasok, pelanggan, karyawan, masyarakat sekitar, lingkungan, dan pemerintah. Sedangkan etika kerja mengatur hubungan antara pekerja dan sesama pekerja, pekerja dengan atasan, pekerja dengan pimpinan perusahaan, perusahaan dengan pemangku kepentingan lainnya. Nilai pekerja harus dihayati dan dipratikkan dan pekerjaan sehari-hari. Bukan hanya sekadar menyelesaikan pekerjaan juga cara melakukan pekerjaan (how to do not only what to do). Bebarapa perusahaan yang mendapat penghargaan sebagai perusahaan yang beretika bisnis tinggi dalam 16th Annual Business Ecthic Awards 2004 adalah sebagai berikut:
a.Gap Inc, mendapat Social reporting Award. Gap melporkan kinerja dan ketaatan 3.000 pabrik pemsok di 50 negara terhdap aturan yang tela ditetapkan.
b.Chroma Technology Corp. Meraih Living Economy Award, perusahaan yang menerapkan konsep kepemilikan karyawan, kebijakan upah yang pantas.
c.Dell Inc, memperoleh Environmental Progress Award, menawarkan jasalayanan gratis untuk mendaur ulang komputer yang eprnah dipakai perusahaan pada setiap pembelian komputer baru.
d.Cliff Car Inc, menyabet General Excellence Award atas komitmennya dan konsisten terhadap pelestarian lingkungan.
e.King Arthur Flour, mencapai Social Legacy Award, kerena menyerahkan kepemilikan saham perusahaan 100 persen.

(2). Kinerja Spiritual melahirkan perusahaan yang Built to Bless
Dalam hasil pengamatan saya selanjutnya, kedua kinerja tersebut belumkah seluruhnya mencerminkan kesuksesan menyeluruh dalam perusahaan. Ada factor ketiga yang patut menjadi bahan renungan setiap pimpinan dan pemegang saham yakni Kinerja Spiritual. Ini selaras dengan kecerdasan manusia yang memiliki tiga cakupan yakni Intelektual, Emosional, dan Spriritual. Kecerdasan Spiritual yang dimiliki pimpinan dan manusia ada dalam perusahaan akan menjadi peusahaan untuk memiliki Kinerja Spiritual.terjadi, maka akan ada padanan yang serasi antara manusia sebagai subjek dan organisasi sebagai ranah subjek. Salah satu aspek yang sangat penting dalam membawa perusahaan menjadi perusahaan BERKAT (A Built to Bless-Blessing Company) adalah memperdalam dan memperindah (depth and beauty) landasan berbisnis yang berada di atas etika dan moral standar yakni unsur spiritualitas yang bersumber pada tata nilai keimanan yang disebut keyakinan (belief). Etika dan moral hanya berlandasan pengertian baik-buruk dan benar-salah dengan penerapan Good Corporate Governance (GCG). Perusahaan yang Built to Bless, sudah menyentuh aspek yang saya sebut sebagai sisi spiritual yang bersumber kepada Tuhan (God) yang akhirnya menelurkan prinsip baru yang banyak dikenal sebagai God Corporate Governance (GODCG). Oleh karena itu, landasan dari moral, etika, falsafah perusahaan yang akan langgeng karena memiliki sifat transendensi harus berakar pada landasan spiritual sebagai sumber segala kebijakan. Saya yakin, semua Kitab Suci dari semua agama mengajarkan landasan spiritual yang jauh lebih dalam dari landasan mental dan moral. Untuk pedoman berperilaku khususnya dalam dunia bisnis, tidak ada dogmatika yang sangat berbeda.



III. KESIMPULAN DAN SARAN

1. KESIMPULAN.

1.Etika bisnis memegang peranan sangat penting dalam rangka implemetasi GCG. Sedangkan Code of Corporate and Business Conduct merupakan pedoman bagi seluruh karyawan dan para pimpinan perusahaan dalam menjalankan aktivitas sehari-hari Dan agar mudah disosialisakan kemua karyawan tanpa memandang level jabatan, maka dibuatkan beberapa sepanduk (slogan) dipasanga di tempattempat strategis dilingkungan perusahaan.
2.Gerakan moral : bersih, transparan dan profesional mengandung mengandung nilai moral dan prinsip-prinsip dasar dari GCG yang bersifat universal.
3.Implementasi GCG di perusahaan, harus dijunjung tinggi, karena kemajuanperusahaan, kepercayaan pelanggan, dan profit yang terus meningkat, pangsa pasar terus meluas, merupakan cita-cita bagi setiap perusahaan.
4.Diperlukan integrasi moral yang tinggi dari para Aparat penegak hukum yangmenangani perkara korupsi dan jangan memberikan contoh yang kurang baik,jangan membuat masyarakat tidak lagi percaya terhadap Aparat Penegak Hukum ( Undang-undang No. 20 tahun 2001) tentang Pemberantasn Tindak Pidana Korupsi.
5.Gunakan kriteria bagi perusahaan Built to bless yaitu ada Lima Fase PerubahanPerusahaan dengan Kinerja Spiritual yang tinggi : fase “ BURUK (Bad) MAPAN (Establishes)”, HEBAT (Good to Great)”, “ LANGGENG ( Built to Last) dan BERKAT (Built to Bless = BLESSING)





2. SARAN
1.Untuk implementasi GCG, selain faktor individu, maka tidak kalah pentingnya suatu perusahaan harus mempunyai sistem, SOP (Standard Operation Procedure) pada setiap item pekerjaan.
2.Dari aspek agama , perlunya menekankan kaidah atau norma-norma ajaranagama agar umatnya sensitif dalam menyikapi “ mana yang benar” atau “mana yang tidak benar” dan apa sangsinya jika kita selalu menabrak yang terkait dengan norma-norma agama. Dan sabagai bukti para penghuni Lapas , beberapa tokoh agama ( orang yang mempunyai pemahaman agama yang cukup baik ) ternyata sebagai penghuninya.
3.Karena implementasi GCG sangat dominan ketika para pimpinan perusahaan betul-betul mensuport, memberikan teladan, dan mempunyai komitmen yang kuat dalam menjalankan aktivitas sehari-hari.
4.Aparat penegak hukum, harus berani memberikan keyakinan bahwa korupsi bisa diberantas, namun kenyataan banyak para pejabat, profesi dan orang yang mempunyai latar belakang ilmu hukum, ternyata melakukan pelanggaran hukum, hal ini akan berpotensi membuat masyarakat tidak yakin kalau namanya korupsi bisa diberantas.





IV. DAFTAR PUSTAKA

I.Bambang Paulus, 2007, Built to Bless, PT Elex Media Kumputindo, Jakarta Buchholtz and B. Rosenthal, 2002, Business Ethics, Upper Saddle River, N,J Printece Hall.
II.Gayus Lumbuun, 2008, The Challenges of Legal Profession in The Corrupt Sociaety.
III. Indriyanto Seno Adji, 2007, Korupsi Kebijakan Aparatur Negara dan Hukum Pidana, CV Diadit Media , Jakarta.
IVJim Collins, 2001, Good to Great, Why Some Companies make the Leap and Others Don’t Harper Business, An Imprint of Harper Collin, Published.
V.R.Sims, 2003, Ethics and Corporate Social Responsibility-Why Giants Fall, C.T: Greenwood Press.
VI.Tjager, I Nyoman, 2003, Corporate Govermance : Tantangan dan Kesempatan bagi Komunitas Bisnis Indonesia, PT .Prenhallindo, Jakarta Undang-undang No. 20, 2001, Pemberantasan Tindak Pindana Korupsi.

Runtuhnya Reputasi Bank Sentral AS

Runtuhnya Reputasi Bank Sentral AS

Presiden AS George W Bush menandatangani rancangan undang-undang (RUU) penalangan korporasi bangkrut di Ruang Oval, Gedung Putih, Washington, Jumat (3/10). Senat AS sudah terlebih dahulu menandatangani persetujuan atas RUU itu, diikuti DPR AS pada hari Jumat. Setelah menjadi undang-undang, Departemen Keuangan AS dan Bank Sentral AS siap mengucurkan dana untuk menalangi kerugian korporasi keuangan AS.

Mengapa Lehman Brothers dibiarkan bangkrut dan kemudian menjadi episentrum ledakan sektor keuangan yang masih menggoyang sampai sekarang? Rumor kemudian merebak bahwa Lehman dibiarkan bangkrut karena pendukung Partai Demokrat.

Ini hanya sebuah riak yang tidak signifikan. Di balik ledakan keuangan itu, ada cerita horor yang membuat kita mungkin terheran-heran melihat perangai para pelaku sektor keuangan AS.

Satu argumen yang muncul di balik pembangkrutan Lehman diutarakan oleh James Tyree, Ketua Mesirow Financial. ”Penolakan Bank Sentral AS melindungi Lehman akan memaksa perusahaan keuangan untuk mengatasi masalah sendiri,” ujarnya. Hal serupa diutarakan William Brandt Jr, Ketua Development Specialists Inc (konsultan restrukturisasi dan kebangkrutan perusahaan).

Vincent Reinhart, mantan pejabat Bank Sentral AS, mengatakan Bank Sentral memang harus mau menguji ketahanan sektor keuangan AS.

Korporasi keuangan kini seperti sedang terdakwa. Para eksekutifnya adalah penyulut bara api yang membakar perusahaan. Masalahnya, mereka menyedot dana dari para investor, kemudian menyalurkannya ke perusahaan, yang butuh pembiayaan. Korporasi menerbitkan berbagai surat berharga dengan nama-nama yang aneh, yang dibeli para pemodal.

Namun, di balik itu ada sebuah proses yang mengerikan, termasuk praktik penipuan, korupsi, dan keserakahan, yang kini menjadi sasaran kecaman calon presiden dari Demokrat, Barack Obama, dan calon presiden dari Republik, John McCain.

Apakah penipuan itu? Salah satu contoh adalah penerbitan surat berharga (surat utang). Surat utang dijual di pasar, katakanlah, misalnya, oleh Lehman Brothers. Lehman kemudian mendapatkan dana. Atas keberhasilan mendapatkan dana itu, karyawan dan eksekutif Lehman mendapatkan komisi dari hasil penjualan surat berharga. Saat menyalurkan dana ke perusahaan yang butuh modal, Lehman juga dapat komisi.

Kemudian yang terjadi adalah perusahaan yang mendapatkan pembiayaan dari Lehman tak bisa membayari utang-utang yang jatuh tempo. Terjadilah yang dinamakan redeem, dengan berbagai pola dan cara. Misalnya, Lehman menerbitkan lagi surat utang baru, seperti credit default swaps (CDS) dan collateralised debt obligations (CDO). Ini adalah derivatif surat utang yang juga bertujuan meraup dana dari investor, pemilik modal, yang kemudian disalurkan lagi ke perusahaan lain yang membutuhkan modal.

Dalam transaksi jual beli CDS dan CDO ini, terjadi lagi kegagalan bayar dari perusahaan yang dibiayai. Mengapa gagal? Ini karena perusahaan yang dibiayai adalah para developer perumahan, yang sejak 2003 tak lagi mampu menjual rumah- rumahnya.

Warren Buffett, investor kaya raya AS, sudah sadar keadaan itu sehingga meminta perusahaannya, Berkshire Hathaway, menghentikan kegiatan bidang ini sejak 2003. Akan tetapi, perusahaan lain hingga 2007 masih terus melakukan redeem, artinya terjadi istilah utang diganti dengan utang yang bertumpuk.

Sebenarnya sudah ada ilmu yang mendalami soal potensi risiko, yang bisa terlihat dari catatan-catatan. Catatan ini bisa menunjukkan apakah perusahaan sudah menggali lubang kematian sendiri. Indikator seperti ini tidak diindahkan, bahkan mungkin dianggap tidak perlu. Bank Sentral AS sebenarnya berperan menghentikan praktik penggalian lubang kematian oleh korporasi keuangan AS.

Ini tidak terjadi. Malah hal sebaliknya yang terjadi. Badan Pengawas Bursa Saham AS (Securities and Exchange Commission), Departemen Keuangan AS, pun tutup mata. Mantan Menteri Keuangan AS Paul O’Neill sebenarnya sadar juga akan bahaya ini, tetapi tidak berkutik di bawah Presiden AS George W Bush, yang memiliki opini sama dengan almarhum Presiden Ronald Reagan, bahwa pasar sebaiknya jangan diatur.

Hal yang lebih mengerikan lagi, kecuali Bank Sentral AS, semua agen bank sentral menerima komisi dari lembaga keuangan yang menjadi anggotanya. Badan-badan ini pun bersaing untuk menggagalkan sejumlah peraturan keuangan, yang dianggap menghambat sepak terjang lembaga keuangan.

”Tidak ada pengawasan terpadu dari pemerintah pusat hingga di tingkat negara bagian,” kata Brian C McCormally, mantan pemimpin penegakan hukum dari Office of the Comptroller of the Currency.

Mentalkan peraturan

Bahkan, ada hal yang lebih buruk. Ada koordinasi untuk menyingkirkan peraturan. Ini terlihat dari sebuah jumpa pers bidang keuangan pada 3 Juni 2003. Saat ini sudah ada tanda- tanda jelas bahwa kucuran kredit ke sektor perumahan sudah mulai liar. Dalam jumpa pers itu malah diutarakan niat untuk mengurangi peraturan yang menjadi beban bagi perbankan.

Empat dari lima wakil badan yang bertanggung jawab soal pengaturan keuangan menyerang sebuah makalah yang membeberkan tentang pentingnya sebuah pengaturan lembaga keuangan. James Gilleran, salah satu wakil dari Office of Thrift Supervision, dibuat tidak berdaya dan kalah menghadapi empat rekannya.

Pentingnya pengaturan juga sudah lama diutarakan oleh Barney Frank dari Massachusetts. Frank adalah anggota DPR AS yang menjadi Ketua Jasa Keuangan DPR AS. Alasan soal perlunya pengaturan, menurut Frank, adalah karena lembaga keuangan telah terbawa arus bisnis dengan risiko tinggi tanpa pembatasan. Namun, ide ini, kata Frank, juga mental di tangan pemerintahan Presiden George W Bush.

”Kita harus belajar. Kita sudah mengetahui itu selama beberapa dekade. Kita harus kembali belajar dari kesalahan yang ada,” kata Senator Sherrod Brown (Demokrat, Ohio). ”Ketiadaan peraturan telah membuat kerakusan Wall Street makin menjadi-jadi,” kata Brown.

Niat yang rendah soal pengaturan bahkan menyusup hingga ke Bank Sentral AS, sebagaimana diutarakan Avery B Goodman, ahli hukum yang menangani kasus hukum sekuritas. Dia adalah lulusan doktor hukum dari University of California at Los Angeles (UCLA). Goodman juga anggota National Futures Association (NFA) dan Financial Industry Regulatory Authority (FINRA).

Menurut Goodman, sama seperti Depresi 1929, di mana Bank Sentral AS juga menjadi penyebab depresi karena kebijakan yang blunder, krisis sekarang juga terjadi akibat peran Bank Sentral AS.

Goodman mengutip sebuah pidato yang disampaikan ekonom Ben Bernanke yang ketika itu sudah menjadi pejabat di Bank Sentral AS. Pidato itu disampaikan pada ulang tahun ke-90 ekonom tenar AS, Milton Friedman, pada tahun 2002, yang meninggal pada tahun 2006. Saat itu Bernanke mengatakan, ”Izinkan saya mengakhiri pidato saya dengan menyalahgunakan status saya sebagai serang pejabat Bank Sentral AS. Saya ingin mengatakan kepada Milton: Terkait Depresi Besar. Anda benar, kami melakukan itu. Kami minta maaf. Namun, terima kasih kepada Anda, kami tidak akan melakukan itu lagi.”

Goodman mengkritik, kini ucapan Bernanke itu jelas merupakan sebuah kebohongan. Bank Sentral AS mengulangi kesalahan itu. Saat korporasi keuangan jorjoran mengucurkan kredit ke sektor perumahan yang sudah mulai gagal bayar, Bank Sentral AS malah menurunkan suku bunga dan mempertahankannya dalam waktu lama pada tingkat 1 persen.

Bank Sentral AS secara tidak langsung menyediakan dana-dana murah, yang turut menyulut spekulasi. Ini menciptakan jalan menuju Depresi Besar Jilid II, hiperinflasi babak I, dan pengulangan stagflasi parah yang terjadi pada dekade 1970-an.

Bank Sentral AS terus memasok dana ke pasar, di mana sektor keuangan sudah makin liar dengan menciptakan instrumen keuangan yang kompleks dan amat berisiko, termasuk subprime mortgage, Option-ARM mortgage, Alt-A, dan lainnya.

Lebih buruk lagi, Bank Sentral AS memasok pinjaman. Bank Sentral AS meminjamkan dana secara langsung kepada korporasi AS dengan jaminan yang tidak setimpal. Bank Sentral AS telah mengucurkan dana sebesar 777 miliar dollar AS dengan jaminan yang hanya senilai 171 miliar dollar AS.

Keburukan Bank Sentral AS terbongkar ketika Lehman Brothers mendapatkan pinjaman 10 miliar dollar AS dari Bank Sentral AS Cabang New York, yang dipimpin Timothy Geithner. Padahal, saat itu semua orang, termasuk Geithner, tahu bahwa Lehman sudah insolvent (tidak mampu memenuhi kewajiban). (Kompas online ; Minggu, 5 Oktober 2008 | 03:00 WIB )

Contoh Kasus Etika BIsnis

Contoh Kasus Etika BIsnis
PENDAHULUAN

Amerika Serikat yang selama ini dianggap sebagai kiblat dan kampiun ilmu pengetahuan termasuk displin ilmu akuntansi harus menelan kepahitan. Skandal bisnis yang terjadi seakan memupus dan mereduksi trust pelaku bisnis dunia tentang pionir praktik Good Corporate Governance di Amerika Serikat.Selain Enron yang hancur berkeping terdapat beberapa skandal bisnis yang menimpa perusahaan-perusahaan besar di Amerika SerikaT. Perusahaan yang melakukan manipulasi adalah Elan (perusahaan Sektor Farmasi), Halliburton (perusahaan minyak) dan Harken Energy di mana George W. Bush pernah menjadi direksi.Enron merupakan perusahaan dari penggabungan antara InterNorth (penyalur gas alam melalui pipa) dengan Houston Natural Gas. Kedua perusahaan ini bergabung pada tahun 1985. Bisnis inti Enron bergerak dalam industri energi, kemudian melakukan diversifikasi usaha yang sangat luas bahkan sampai pada bidang yang tidak ada kaitannya dengan industri energi. Diversifikasi usaha tersebut, antara lain meliputi future transaction, trading commodity non energy dan kegiatan bisnis keuangan.Kasus Enron mulai terungkap pada bulan Desember tahun 2001 dan terus menggelinding pada tahun 2002 berimplikasi sangat luas terhadap pasar keuangan global yang di tandai dengan menurunnya harga saham secara drastis berbagai bursa efek di belahan dunia, mulai dari Amerika, Eropa, sampai ke Asia. Enron, suatu perusahaan yang menduduki ranking tujuh dari lima ratus perusahaan terkemuka di Amerika Serikat dan merupakan perusahaan energi terbesar di AS jatuh bangkrut dengan meninggalkan hutang hampir sebesar US $ 31.2 milyar.Dalam kasus Enron diketahui terjadinya perilaku moral hazard diantaranya manipulasi laporan keuangan dengan mencatat keuntungan 600 juta Dollar AS padahal perusahaan mengalami kerugian. Manipulasi keuntungan disebabkan keinginan perusahaan agar saham tetap diminati investor, kasus memalukan ini konon ikut melibatkan orang dalam gedung putih, termasuk wakil presiden Amerika Serikat.
Kronologis, fakta, data dan informasi dari berbagai sumber yang berkaitan dengan hancurnya Enron (debacle), dapat penulis kemukakan sebagai berikut:
§ Board of Director (dewan direktur, direktur eksekutif dan direktur non eksekutif) membiarkan kegitan-kegitan bisnis tertentu mengandung unsur konflik kepentingan dan mengijinkan terjadinya transaksi-transaksi berdasarkan informasi yang hanya bisa di akses oleh fihak dalam perusahaan (insider trading), termasuk praktek akuntansi dan bisnis tidak sehat sebelum hal tersebut terungkap kepada publik.
§ Enron merupakan salah satu perusahaan besar pertama yang melakukan out sourcing secara total atas fungsi internal audit perusahaan.



PEMBAHASAN

Contoh kasus-kasus yang berhubungan dengan etika dalam berbisnis, yaitu : Pada awal tahun 2001 patner KAP Andersen melakukan evaluasi terhadap kemungkinan mempertahankan atau melepaskan Enron sebagai klien perusahaan, mengingat resiko yang sangat tinggi berkaitan dengan praktek akuntansi dan bisnis enron. Dari hasil evaluasi di putuskan untuk tetap mempertahankan Enron sebagai klien KAP Andersen.
dan Salah seorang eksekutif Enron di laporkan telah memepertanyakan praktek akunting perusahaan yang dinilai tidak sehat dan mengungkapkan kekhawatiran berkaitan dengan hal tersebut kepada CEO dan partner KAP Andersen pada pertengahan 2001. CEO Enron menugaskan penasehat hukum perusahaan untuk melakukan investigasi atas kekhawatiran tersebut tetapi tidak memperkenankan penasehat hukum untuk mempertanyakan pertimbangan yang melatarbelakangi akuntansi yang dipersoalkan. Hasil investigasi oleh penasehat hukum tersebut menyimpulkan bahwa tidak ada hal-hal yang serius yang perlu diperhatikan.
Pada tanggal 16 Oktober 2001, Enron menerbitkan laporan keuangan triwulan ketiga. Dalam laporan itu disebutkan bahwa laba bersih Enron telah meningkat menjadi $393 juta, naik $100 juta dibandingkan periode sebelumnya. CEO Enron, Kenneth Lay, menyebutkan bahwa Enron secara berkesinambungan memberikan prospek yang sangat baik. Ia juga tidak menjelaskan secara rinci tentang pembebanan biaya akuntansi khusus (special accounting charge/expense) sebesar $1 miliar yang sesungguhnya menyebabkan hasil aktual pada periode tersebut menjadi rugi $644 juta. Para analis dan reporter kemudian mencari tahu lebih jauh mengenai beban $1 miliar tersebut, dan ternyata berasal dari transaksi yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang didirikan oleh CFO Enron.
Pada tanggal 2 Desember 2001 Enron mendaftarkan kebangkrutan perusahaan ke pengadilan dan memecat 5000 pegawai. Pada saat itu terungkap bahwa terdapat hutang perusahaan yang tidak di laporkan senilai lebih dari satu milyar dolar. Dengan pengungkapan ini nilai investasi dan laba yang di tahan (retained earning) berkurang dalam jumlah yang sama. Enron dan KAP Andersen dituduh telah melakukan kriminal dalam bentuk penghancuran dokumen yang berkaitan dengan investigasi atas kebangkrutan Enron (penghambatan terhadap proses peradilan ). Dana pensiun Enron sebagian besar diinvestasikan dalam bentuk saham Enron. Sementara itu harga saham Enron terus menurun sampai hampir tidak ada nilainya.
KAP Andersen diberhentikan sebagai auditor enron pada pertengahan juni 2002. sementara KAP Andersen menyatakan bahwa penugasan Audit oleh Enron telah berakhir pada saat Enron mengajukan proses kebangkrutan pada 2 Desember 2001. CEO Enron, Kenneth Lay mengundurkan diri pada tanggal 2 Januari 2002 akan tetapi masih dipertahankan posisinya di dewan direktur perusahaan. Pada tanggal 4 Pebruari Mr. Lay mengundurkan diri dari dewan direktur perusahaan.
Tanggal 28 Pebruari 2002 KAP Andersen menawarkan ganti rugi 750 Juta US dollar untuk menyelesaikan berbagai gugatan hukum yang diajukan kepada KAP Andersen.
Pemerintahan Amerika (The US General Services Administration) melarang Enron dan KAP Andersen untuk melakukan kontrak pekerjaan dengan lembaga pemerintahan di Amerika.
tanggal 14 Maret 2002 departemen kehakiman Amerika memvonis KAP Andersen bersalah atas tuduhan melakukan penghambatan dalam proses peradilan karena telah menghancurkan dokumen-dokumen yang sedang di selidiki. KAP Andersen terus menerima konsekwensi negatif dari kasus Enron berupa kehilangan klien, pembelotan afiliasi yang bergabung dengan KAP yang lain dan pengungkapan yang meningakat mengenai keterlibatan pegawai KAP Andersen dalam kasus Enron.
tanggal 22 Maret 2002 mantan ketua Federal Reserve, Paul Volkcer, yang direkrut untuk melakukan revisi terhadap praktek audit dan meningkatkan kembali citra KAP Andersen mengusulkan agar manajeman KAP Andersen yang ada diberhentikan dan membentuk suatu komite yang diketuai oleh Paul sendiri untuk menyusun manajemen baru.
tanggal 26 Maret 2002 CEO Andersen Joseph Berandino mengundurkan diri dari jabatannya. Tanggal 8 April 2002 seorang partner KAP Andersen, David Duncan, yang bertindak sebagai penanggungjawab audit Enron mengaku bersalah atas tuduhan melakukan hambatan proses peradilan dan setuju untuk menjadi saksi kunci dipengadilan bagi kasus KAP Andersen dan Enron .
tanggal 9 April 2002 Jeffrey McMahon mengumumkan pengunduran diri sebagai presiden dan Chief Opereting Officer Enron yang berlaku efektif 1 Juni 2002.
Tanggal 15 Juni 2002 juri federal di Houston menyatakan KAP Andersen bersalah telah melakukan hambatan terhadap proses peradilan.


Pembahasan masalah

Menurut teori fraud ada 3 komponen utama yang menyebabkan orang melakukan kecurangan, menipulasi, korupsi dan sebangsanya (prilaku tidak etis), yaitu opportunity; pressure; dan rationalization, ketiga hal tersebut akan dapat kita hindari melalui meningkatkan moral, akhlak, etika, perilaku, dan lain sebagainya, karena kita meyakini bahwa tindakan yang bermoral akan memberikan implikasi terhadap kepercayaan publik (public trust).Studi empirik Weisen Born, Noris tahun 1997, (dalam Zabihollah : 2002), terhadap 30 perusahaan di Amerika Serikat yang memiliki indikasi sering melakukan kecurangan, dari hasil penelitian teridentifikasi faktor penyebab kecurangan tersebut diantaranya dilatarbelakangi oleh sikap tidak etis, tidak jujur, karakter moral yang rendah, dominasi kepercayaan, dan lemahnya pengendalian. Faktor tersebut adalah merupakan prilaku tidak etis yang sangat bertentangan dengan good corporate governance philosofy yang membahayakan terhadap business going cocern. Begitu pula praktik bisnis Enron yang menjadikannya bangkrut dan hancur serta berimplikasi negatif bagi banyak pihak.Pihak yang dirugikan dari kasus ini tidak hanya investor Enron saja, tetapi terutama karyawan Enron yang menginvestasikan dana pensiunnya dalam saham perusahaan serta investor di pasar modal pada umumnya (social impact). Milyaran dolar kekayaan investor terhapus seketika dengan meluncurnya harga saham berbagai perusahaaan di bursa efek. Jika dilihat dari Agency Theory, Andersen sebagai KAP telah menciderai kepercayaan dari pihak stock holder atau principal untuk memberikan suatu fairrness information mengenai pertanggungjawaban dari pihak agent dalam mengemban amanah dari principal. Pihak agent dalam hal ini manajemen Enron telah bertindak secara rasional untuk kepentingan dirinya (self interest oriented) dengan melupakan norma dan etika bisnis yang sehat. Lalu apa yang dituai oleh Enron dan KAP Andersen dari sebuah ketidak jujuran, kebohongan atau dari praktik bisnis yang tidak etis? adalah hutang dan sebuah kehancuran yang menyisakan penderitaan bagi banyak pihak disamping proses peradilan dan tuntutan hukum. Artinya secara kasat mata kasus Enron (baik manajemen Enron maupun KAP Andersen) telah melakukan mal practice jika dilihat dari etika bisnis dan profesi akuntan antara lain :
1. Adanya praktik discrimination of information/unfair discrimination, melalui suburnya praktik insider trading, dimana hal ini sangat diketahui oleh Board of Director Enron, dengan demikian dalam praktik bisnis di Enron sarat dengan collusion. Kondisi ini diperkuat oleh Bussines Round Table (BRT), pada tanggal 16 Pebruari 2002 menyatakan bahwa : (a). Tindakan dan perilaku yang tidak sehat dari manajemen Enron berperan besar dari kebangkrutan perusahaan; (b). Telah terjadi pelanggaran terhadap norma etika corporate governance dan corporate responsibility oleh manajemen perusahaan; (c). Perilaku manajemen Enron merupakan pelanggaran besar-besaran terhadap kepercayaan yang diberikan kepada perusahaan.
2. Adanya Deception Information, yang dilakukan pihak manajemen Enron maupun KAP Arthur Andersen, mereka mengetahui tentang praktek akuntansi dan bisnis yang tidak sehat. Tetapi demi trust dari investor dan publik kedua belah pihak merekayasa laporan keuangan mulai dari tahun 1985 sampai dengan Enron menjadi hancur berantakan.Bahkan CEO Enron saat menjelang kebangkrutannya masih tetap melakukan Deception dengan menyebutkan bahwa Enron secara berkesinambungan memberikan prospek yang sangat baik. KAP Andersen tidak mau mengungkapkan apa sebenarnya terjadi dengan Enron, bahkan awal tahun 2001 berdasarkan hasil evaluasi Enron tetap dipertahankan, hal ini dimungkinkan adanya coercion atau bribery, karena pihak Gedung Putih termasuk Wakil Presiden Amerika Serikat juga di indikasikan terlibat dalam kasus Enron ini.
3. Arthur Andersen, merupakan kantor akuntan publik- The big six- yang melakukan Audit terhadap laporan keuangan Enron Corp. tidak hanya melakukan manipulasi laporan keuangan Enron, KAP Andersen telah melakuklan tindakan yang tidak etis dengan menghancurkan dokumen-dokumen penting yang berkaitan dengan kasus Enron. Arthur Andersen memusnahkan dokumen pada periode sejak kasus Enron mulai mencuat ke permukaan, sampai dengan munculnya panggilan pengadilan. Walaupun penghancuran dokumen tersebut sesuai kebijakan internal Andersen, tetapi kasus ini dianggap melanggar hukum dan menyebabkan kredibilitas Arthur Andersen hancur. Disini Andersen telah ingkar dari sikap profesionallisme sebagai akuntan independen dengan melakukan tindakan knowingly and recklessly yaitu menerbitkan laporan audit yang salah dan meyesatkan (deception of information).


KESIMPULAN

Pihak manajemen Enron telah melakukan berbagai macam pelanggaran praktik bisnis yang sehat melakukan (Deception, discrimination of information, coercion, bribery) dan keluar dari prinsif good corporate governance.Akhirnya Enron harus menuai suatu kehancuran yang tragis dengan meninggalkan hutang milyaran dolar.
• KAP Andersen sebagai pihak yang seharusnya menjungjung tinggi independensi, dan profesionalisme telah melakukan pelanggaran kode etik profesi dan ingkar dari tanggungjawab terhadap profesi maupun masyarakat diantaranya melalui Deception, discrimination of information, coercion, bribery. Akhirnya KAP Andersen di tutup disamping harus mempertanggungjawabkan tindakannya secara hukum.

Etika Bisnis dalam Perpektif Islam

Wacana Etika dalam Bisnis

Perbincangan tentang "etika bisnis" di sebagian besar paradigma pemikiran pebisnis terasa kontradiksi interminis (bertentangan dalam dirinya sendiri) atau oxymoron ; mana mungkin ada bisnis yang bersih, bukankah setiap orang yang berani memasuki wilayah bisnis berarti ia harus berani (paling tidak) "bertangan kotor".

Apalagi ada satu pandangan bahwa masalah etika bisnis seringkali muncul berkaitan dengan hidup matinya bisnis tertentu, yang apabila "beretika" maka bisnisnya terancam pailit. Disebagian masyarakat yang nir normative dan hedonistik materialistk, pandangan ini tampkanya bukan merupakan rahasia lagi karena dalam banyak hal ada konotasi yang melekat bahwa dunia bisnis dengan berbagai lingkupnya dipenuhi dengan praktik-praktik yang tidak sejalan dengan etika itu sendiri.
Begitu kuatnya oxymoron itu, muncul istilah business ethics atau ethics in business. Sekitar dasawarsa 1960-an, istilah itu di Amerika Serikat menjadi bahan controversial. Orang boleh saja berbeda pendapat mengenai kondisi moral lingkungan bisnis tertentu dari waktu ke waktu. Tetapi agaknya kontroversi ini bukanya berkembang ke arah yang produktif, tapi malah semakin menjurus ke suasana debat kusir.
Wacana tentang nilai-nilai moral (keagamaan) tertentu ikut berperan dalam kehidupan sosial ekonomi masyarakat tertentu, telah banyak digulirkan dalam masyarakat ekonomi sejak memasauki abad modern, sebut saja Misalnya, Max weber dalam karyanya yang terkenal, The Religion Ethic and the Spirit Capitaism, meneliti tentang bagaimana nilai-nilai protestan telah menjadi kekuatan pendorong bagi tumbuhnya kapitalisme di dunia Eropa barat dan kemudian Amerika. Walaupun di kawasan Asia (terutama Cina) justru terjadi sebaliknya sebagaimana yang ditulis Weber. Dalam karyanya The Religion Of China: Confucianism and Taoism, Weber mengatakan bahwa etika konfusius adalah salah satu faktor yang menghambat tumbuhnya kapitalisme nasional yang tumbuh di China. Atau yang lebih menarik barangkali adalah Studi Wang Gung Wu, dalam bukunya China and The Chinese Overseas, yang merupakan revisi terbaik bagi tesisnya weber yang terakhir.
Di sisi lain dalam tingkatan praktis tertentu, studi empiris tentang etika usaha (bisnis) itu akan banyak membawa manfaat: yang bisa dijadikan faktor pendorong bagi tumbuhnya ekonomi, taruhlah dalam hal ini di masyarakat Islam. Tetapi studi empiris ini bukannya sama sekali tak bermasalah, terkadang, karena etika dalam ilmu ini mengambil posisi netral (bertolak dalam pijakan metodologi positivistis), maka temuan hasil setudi netral itu sepertinya kebal terhadap penilaian-penilaian etis.
Menarik untuk di soroti adalah bagaimana dan adakah konsep Islam menawarkan etika bisnis bagi pendorong bangkitnya roda ekonomi. Filosofi dasar yang menjadi catatan penting bagi bisnis Islami adalah bahwa, dalam setiap gerak langkah kehidupan manusia adalah konsepi hubungan manusia dengan mansuia, lingkungannya serta manusai dengan Tuhan (Hablum minallah dan hablum minannas). Dengan kata lain bisnis dalam Islam tidak semata mata merupakan manifestasi hubungan sesama manusia yang bersifat pragmatis, akan tetapi lebih jauh adalah manifestasi dari ibadah secara total kepada sang Pencipta.

Etika Islam Tentang Bisnis
Dalam kaitannya dengan paradigma Islam tetntang etika bisnis, maka landasan filosofis yang harus dibangun dalam pribadi Muslim adalah adanya konsepsi hubungan manusia dengan manusia dan lingkungannya, serta hubungan manusia dengan Tuhannya, yang dalam bahasa agama dikenal dengan istilah (hablum minallah wa hablumminannas). Dengan berpegang pada landasan ini maka setiap muslim yang berbisnis atau beraktifitas apapun akan merasa ada kehadiran "pihak ketiga" (Tuhan) di setiap aspek hidupnya. Keyakinan ini harus menjadi bagian integral dari setiap muslim dalam berbisnis. Hal ini karena Bisnis dalam Islam tisak semata mata orientasi dunia tetapi harus punya visi akhirat yang jelas. Dengan kerangka pemikiran seperti itulah maka persoalan etika dalam bisnis menjadi sorotan penting dalam ekonomi Islam.
Dalam ekonomi Islam, bisnis dan etika tidak harus dipandang sebagai dua hal yang bertentangan, sebab, bisnis yang merupakan symbol dari urusan duniawi juga dianggap sebagai bagian integral dari hal-hal yang bersifat investasi akherat. Artinya, jika oreientasi bisnis dan upaya investasi akhirat (diniatkan sebagai ibadah dan merupakan totalitas kepatuhan kepada Tuhan), maka bisnis dengan sendirinya harus sejalan dengan kaidah-kaidah moral yang berlandaskan keimanan kepada akhirat. Bahkan dalam Islam, pengertian bisnis itu sendiri tidak dibatasi urusan dunia, tetapi mencakup pula seluruh kegiatan kita didunia yang "dibisniskan" (diniatkan sebagai ibadah) untuk meraih keuntungan atau pahala akhirat. Stetemen ini secara tegas di sebut dalam salah satu ayat Al-Qur'an.
Wahai Orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan pada suatu perniagaan (bisnis) yang dapat menyelamatkan kamu dari adzab pedih ? yaitu beriman kepada allah & Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan jiwa dan hartamu, itulah yang lebih baik bagimu jika kamu mengetahui

Di sebagian masyarakat kita, seringkali terjadi interpretasi yang keluru terhadap teks al-Qur'an tersebut, sekilas nilai Islam ini seolah menundukkan urusan duniawi kepada akhirat sehingga mendorong komunitas muslim untuk berorientasi akhirat dan mengabaikan jatah dunianya, pandangan ini tentu saja keliru. Dalam konsep Islam, sebenarnya Allah telah menjamin bahwa orang yang bekerja keras mencari jatah dunianya dengan tetap mengindahkan kaidah-kaidah akhirat untuk memperoleh kemenangan duniawi, maka ia tercatat sebagai hamba Tuhan dengan memiliki keseimbangan tinggi. Sinyalemen ini pernah menjadi kajian serius dari salah seorang tokoh Islam seperti Ibnu Arabi, dalam sebuah pernyataannya.
"Dan sekiranya mereka sungguh-sungguh menjalankan (hukum) Taurat, Injil dan Al-Qur'an yang diterapkan kepada mereka dari Tuhannya, niscaya mereka akan mendapat makna dari atas mereka (akhirat) dan dari bawah kaki mereka (dunia)."

Logika Ibn Arabi itu, setidaknya mendapatkan penguatan baik dari hadits maupun duinia ekonomi, sebagaimana Nabi SAW bersabda :
Barangsiapa yang menginginkan dunia, maka hendaknya dia berilmu, dan barangsiapa yang menginginkan akhirat maka hendaknya dia berilmu, dan barangsiapa yang menghendaki keduanya maka hendaknya dia berilmu."

Pernyataan Nabi tersebut mengisaratkan dan mengafirmasikan bahwa dismping persoalan etika yang menjadi tumpuan kesuksesan dalam bisnis juga ada faktor lain yang tidak kalah pentingnya, yaitu skill dan pengetahuantentang etika itu sendiri. Gagal mengetahui pengetahuan tentang etika maupun prosedur bisnis yang benar secara Islam maka akan gagal memperoleh tujuan. Jika ilmu yang dibangun untuk mendapat kebehagiaan akhirat juga harus berbasis etika, maka dengan sendirinya ilmu yang dibangun untuk duniapun harus berbasis etika. Ilmu dan etika yang dimiliki oleh sipapun dalam melakukakan aktifitas apapun ( termasuk bisnis) maka ia akan mendapatkan kebahagian dunia dan akhirat sekaligus.
Dari sudut pandang dunia bisnis kasus Jepang setidaknya telah membuktikan keyakinan ini, bahwa motivasi prilaku ekonomi yang memiliki tujuan lebih besar dan tinggi (kesetiaan pada norma dan nilai etika yang baik) ketimbang bisnis semata, ternyata telah mampu mengungguli pencapaian ekonomi Barat (seperti Amerika) yang hampir semata-mata didasarkan pada kepentingan diri dan materialisme serta menafikan aspek spiritulualisme. Jika fakta empiris ini masih bisa diperdebatkan dalam penafsirannya, kita bisa mendapatkan bukti lain dari logika ekonomi lain di negara China, dalam sebuah penelitian yang dilakukan pengamat Islam, bahwa tidak semua pengusaha China perantauan mempunyai hubungan pribadi dengan pejabat pemerintah yang berpeluang KKN, pada kenyataannya ini malah mendorong mereka untuk bekerja lebih keras lagi untuk menjalankan bisnisnya secara professional dan etis, sebab tak ada yang bisa diharapkan kecuali dengan itu, itulah sebabnya barangkali kenapa perusahaan-perusahaan besar yang dahulunya tidak punya skil khusus, kini memiliki kekuatan manajemen dan prospek yang lebih tangguh dengan dasar komitmen pada akar etika yang dibangunnya
Demikianlah, satu ilustrasi komperatif tentang prinsip moral Islam yang didasarkan pada keimanan kepada akhirat, yang diharapkan dapat mendorong prilaku positif di dunia, anggaplah ini sebagai prinsip atau filsafah moral Islam yang bersifat eskatologis, lalu pertanyaan lebih lanjut apakah ada falsafah moral Islam yang diharapkan dapat mencegah prilaku curang muslim, jelas ada, Al-Qur'an sebagaimana Adam Smith mengkaitkan system ekonomi pasar bebas dengan "hukum Kodrat tentang tatanan kosmis yang harmonis". Mengaitkan kecurangan mengurangi timbangan dengan kerusakan tatanan kosmis, Firman-Nya : "Kami telah menciptakan langit dan bumi dengan keseimbangan, maka janganlah mengurangi timbangan tadi." Jadi bagi Al-Qur'an curang dalam hal timbangan saja sudah dianggap sama dengan merusak keseimbangan tatanan kosmis, Apalagi dengan mendzhalimi atau membunuh orang lain merampas hak kemanusiaan orang lain dalam sektor ekonomi)
Firman Allah : "janganlah kamu membunuh jiwa, barangsiapa membunuh satu jiwa maka seolah dia membunuh semua manusia (kemanusiaan)"

Sekali lagi anggaplah ini sebagai falsafah moral Islam jenis kedua yang didasarkan pada tatanan kosmis alam.
Mungkin kata hukum kodrat atau tatanan kosmis itu terkesan bersifat metafisik, suatu yang sifatnya debatable, tapi bukankah logika ilmu ekonomi tentang teori keseimbanganpun sebenarnya mengimplikasikan akan niscayanya sebuah "keseimbangan" (apapun bentuknya bagi kehidupan ini), Seringkali ada anggapan bahwa jika sekedar berlaku curang dipasar tidak turut merusak keseimbangan alam, karena hal itu dianggap sepele, tetapi jika itu telah berlaku umum dan lumrah dimana-mana dan lama kelamaan berubah menjadi semacam norma juga, maka jelas kelumrahan perilaku orang itu akan merusak alam, apalagi jika yang terlibat adalah orang-orang yang punya peran tanggung jawab yang amat luas menyangkut nasib hidup banyak orang dan juga alam keseluruhan.
Akhirnya, saya ingin mengatakan bahwa dalam kehidupan ini setiap manusia memang seringkali mengalami ketegangan atau dilema etis antara harus memilih keputusan etis dan keputusan bisnis sempit semata sesuai dengan lingkup dan peran tanggung jawabnya, tetapi jika kita percaya Sabda Nabi SAW, atau logika ekonomi diatas, maka percayalah, jika kita memilih keputusan etis maka pada hakikatnya kita juga sedang meraih bisnis.
Wallahu 'A'lam.

* Cendekiawan Muslim, Dosen STAIN. Ketua MES, Komisi Dakwah MUI Cirebon, Ketua Dewan Dakwah Korwil Cirebon

Etika Bisnis

Secara sederhana yang dimaksud dengan etika bisnis adalah cara-cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan, industri dan juga masyarakat.

Kesemuanya ini mencakup bagaimana kita menjalankan bisnis secara adil, sesuai dengan hukum yang berlaku, dan tidak tergantung pada kedudukan individu ataupun perusahaan di masyarakat.

Etika bisnis lebih luas dari ketentuan yang diatur oleh hukum, bahkan merupakan standar yang lebih tinggi dibandingkan standar minimal ketentuan hukum, karena dalam kegiatan bisnis seringkali kita temukan wilayah abu-abu yang tidak diatur oleh ketentuan hukum.

Von der Embse dan R.A. Wagley dalam artikelnya di Advance Managemen Jouurnal (1988), memberikan tiga pendekatan dasar dalam merumuskan tingkah laku etika bisnis, yaitu :

* Utilitarian Approach : setiap tindakan harus didasarkan pada konsekuensinya. Oleh karena itu, dalam bertindak seseorang seharusnya mengikuti cara-cara yang dapat memberi manfaat sebesar-besarnya kepada masyarakat, dengan cara yang tidak membahayakan dan dengan biaya serendah-rendahnya.
* Individual Rights Approach : setiap orang dalam tindakan dan kelakuannya memiliki hak dasar yang harus dihormati. Namun tindakan ataupun tingkah laku tersebut harus dihindari apabila diperkirakan akan menyebabkan terjadi benturan dengan hak orang lain.
* Justice Approach : para pembuat keputusan mempunyai kedudukan yang sama, dan bertindak adil dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan baik secara perseorangan ataupun secara kelompok.

Etika bisnis dalam perusahaan memiliki peran yang sangat penting, yaitu untuk membentuk suatu perusahaan yang kokoh dan memiliki daya saing yang tinggi serta mempunyai kemampuan menciptakan nilai (value-creation) yang tinggi, diperlukan suatu landasan yang kokoh.

Biasanya dimulai dari perencanaan strategis , organisasi yang baik, sistem prosedur yang transparan didukung oleh budaya perusahaan yang andal serta etika perusahaan yang dilaksanakan secara konsisten dan konsekuen.

Haruslah diyakini bahwa pada dasarnya praktek etika bisnis akan selalu menguntungkan perusahaan baik untuk jangka menengah maupun jangka panjang, karena :

* Mampu mengurangi biaya akibat dicegahnya kemungkinan terjadinya friksi, baik intern perusahaan maupun dengan eksternal.
* Mampu meningkatkan motivasi pekerja.
* Melindungi prinsip kebebasan berniaga
* Mampu meningkatkan keunggulan bersaing.

Tidak bisa dipungkiri, tindakan yang tidak etis yang dilakukan oleh perusahaan akan memancing tindakan balasan dari konsumen dan masyarakat dan akan sangat kontra produktif, misalnya melalui gerakan pemboikotan, larangan beredar, larangan beroperasi dan lain sebagainya. Hal ini akan dapat menurunkan nilai penjualan maupun nilai perusahaan.

Sedangkan perusahaan yang menjunjung tinggi nilai-nilai etika bisnis, pada umumnya termasuk perusahaan yang memiliki peringkat kepuasan bekerja yang tinggi pula, terutama apabila perusahaan tidak mentolerir tindakan yang tidak etis, misalnya diskriminasi dalam sistem remunerasi atau jenjang karier.

Perlu dipahami, karyawan yang berkualitas adalah aset yang paling berharga bagi perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan harus semaksimal mungkin harus mempertahankan karyawannya.

Untuk memudahkan penerapan etika perusahaan dalam kegiatan sehari-hari maka nilai-nilai yang terkandung dalam etika bisnis harus dituangkan kedalam manajemen korporasi yakni dengan cara :

* Menuangkan etika bisnis dalam suatu kode etik (code of conduct)
* Memperkuat sistem pengawasan
* Menyelenggarakan pelatihan (training) untuk karyawan secara terus menerus.

Masalah Pokok Dalam Etika Bisnis

MASALAH POKOK DALAM ETIKA BISNIS


Perusahaan dituntut untuk menetapkan patokan etika yang dapat diserap oleh masyarakat dalam pengambilan keputusannya. Sedangkan di pihak lain, banyak masyarakat menganggap etika itu hanya demi kepentingan perusahaan sendiri. Tantangan yang dihadapi serta kesadaran akan keterbatasan perusahaan dalam memperkirakan dan mengendalikan setiap keputusannya membuat perusahaan semakin sadar tentang tantangan etika yang harus dihadapi.

INOVASI, PERUBAHAN DAN LAPANGAN KERJA
Aspek bisnis yang paling menimbulkan pertanyaan menyangkut etika adalah inovasi dan perubahan. Sering terjadi tekanan untuk berubah membuat perusahaan atau masyarakat tidak mempunyai pilihan lain. Perusahaan harus menanam modal pada mesin dan pabrik baru yang biasanya menimbulkan masalah karena ketidakcocokan antara keahlian tenaga kerja yang dimiliki dan yang dibutuhkan oleh teknologi baru. Sedangkan perusahaan yang mencoba menolak perubahan teknologi biasanya menghadapi ancaman yang cukup besar sehingga memperkuat alasan perlunya melakukan perubahan. Keuntungan ekonomis dari inovasi dan perubahan biasanya digunakan sebagai pembenaran yang utama.
Sayangnya biaya sosial dari perubahan jarang dibayar oleh para promotor inovasi. Biaya tersebut berupa hilangnya pekerjaan, perubahan dalam masyarakat, perekonomian, dan lingkungan. Biaya-biaya ini tak mudah diukur. Tantangan sosial yang paling mendasar berasal dari masyarakat yang berdiri di luar proses. Dampak teknologi baru bukan mustahil tak dapat diprediksi. Kewaspadaan dan keterbukaan yang berkesinambungan merupakan tindakan yang penting dalam usaha perusahaan memenuhi kewajibannya.
Dampak inovasi dan perubahan terhadap tenaga kerja menimbulkan banyak masalah dibanding aspek pembangunan lainnya. Banyak pegawai menganggap inovasi mengecilkan kemampuan mereka. Hal ini mengubah kondisi pekerjaan serta sangat mengurangi kepuasan kerja. Perusahaan mempunyai tanggung jawab yang lebih besar untuk menyediakan lapangan kerja dan menciptakan tenaga kerja yang mampu bekerja dalam masa perubahan. Termasuk di dalamnya adalah
mendukung, melatih, dan mengadakan sumber daya untuk menjamin orang-orang yang belum bekerja memiliki keahlian dan dapat bersaing untuk menghadapi dan mempercepat perubahan.

PASAR DAN PEMASARAN
Monopoli adalah contoh yang paling ekstrem dari distorsi dalam pasar. Ada banyak alasan untuk melakukan konsentrasi industri, misal, meningkatkan kemampuan berkompetisi, memudahkan permodalan, hingga semboyan “yang terkuat adalah yang menang”. Penyalahgunaan kekuatan pasar melalui monopoli merupakan perhatian klasik terhadap bagaimana pasar dan pemasaran dilaksanakan. Kecenderungan untuk berkonsentrasi dan kekuatan nyata dari perusahaan raksasa harus dilihat secara hati-hati.
Banyak kritik diajukan pada aspek pemasaran, misal, penyalahgunaan kekuatan pembeli, promosi barang yang berbahaya, menyatakan nilai yang masih diragukan, atau penyalahgunaan spesifik lain, seperti iklan yang berdampak buruk bagi anak-anak. Diperlukan kelompok penekan untuk mengkritik tingkah laku perusahaan. Negara pun dapat menentukan persyaratan dan standar.

PENGURUS DAN GAJI DIREKSI
Unsur kepengurusan adalah bagian penting dari agenda kebijaksanaan perusahaan karena merupakan kewajiban yang nyata dalam bertanggungjawab terhadap barang dan dana orang lain. Perusahaan wajib melaksanakan pengurusan manajemen dengan tekun atas semua harta yang dipertanggungjawabkan pada pemberi tugas. Tugas terutama berada pada pundak direksi yang diharapkan bertindak loyal, dapat dipercaya, serta ahli dalam menjalankan tugasnya. Mereka tidak boleh menyalahgunakan posisinya. Mereka bertanggung jawab pada perusahaan juga undang-undang. Dalam hal ini auditing memegang peranan penting dalam mempertahankan stabilitas antara kebutuhan manajer untuk menjalankan tugasnya dan hak pemegang saham untuk mengetahui apa yang sedang dikerjakan para manajer. Perdebatan mengenai gaji direksi terjadi karena adanya ketidakadilan dalam proses penentuannya, ruang gerak yang dimungkinkan bagi direksi, kurang jelasnya hubungan antara kinerja organisasi dan penggajian, paket-paket tambahan tersembunyi dan kelemahan dalam pengawasan. Tampaknya gaji para direksi meningkat, sementara tingkat pertumbuhan pendapatan rata-rata cenderung menurun, dan nilai saham berfluktuasi. Hal ini menimbulkan kritik dan kesadaran untuk menyoroti kenaikan gaji para eksekutif senior. Informasi dan pembatasan eksternal merupakan unsur penting dalam upaya menyelesaikan penyalahgunaan yang terjadi.

TANTANGAN MULTINASIONAL
Sering terjadi, perusahaan internasional mengambil tindakan yang tak dapat diterima secara lokal. Banyak pertanyaan mendasar bagi perusahaan multinasional, seperti kemungkinan masuknya nilai moral budaya ke budaya masyarakat lain, atau kemungkinan perusahaan mengkesploitasi lubang-lubang perundang-undangan dalam sebuah negara demi kepentingan mereka. Dalam prakteknya, perusahaan internasional mempengaruhi perkembangan ekonomi sosial masyarakat suatu negara. Mereka dapat mensukseskan aspirasi negara atau justru malah membuat frustasi dengan menghambat tujuan nasional. Hal ini meningkatkan kewajiban bagi perorangan maupun industri untuk melaksanakan aturan kode etik secara internal maupun eksternal.

(Sumber: Tom Cannon, Coporate Responsibility)

Jumat, 28 Mei 2010

FILOSOFI DAN METODE PENELITIAN SOSIAL

A. FILOSOFI PENELITIAN SOSIAL
Setiap kegiatan pengembangan ilmu pengetahuan selalu berlandaskan
filosofi Hakikat filosofi adalah kebenaran yang diperoleh melalui berpikir logis,
sistematis, metodis. Kebenaran adalah kenyataan apa adanya yang sesuai
dengan logika sehat. Kebenaran juga sekaligus menjadi tujuan pengembangan
ilmu pengetahuan karena bermanfaat bagi kehidupan masyarakat. Berpikir logis
adalah berpikir secara bernalar menurut logika yang diakui ilmu pengetahuan
dengan bebas sedalam-dalamnya sampai ke dasar permasalahan guna meng-
ungkapkan kebenaran. Sistematis adalah berpikir dan berbuat yang bersistem,
yaitu runtun, berurutan, tidak tumpang tindih. Metodis adalah berpikir dan
berbuat menurut metode tertentu yang kebenarannya diakui menurut penalaran.
Penelitian sosial merupakan proses kegiatan mengungkapkan secara
logis, sistematis, dan metodis gejala sosial yang terjadi di sekitar kita untuk
direkonstruksi guna mengungkapkan kebenaran bermanfaat bagi kehidupan
masyarakat dan ilmu pengetahuan. Kebenaran dimaksud adalah keteraturan
yang menciptakan keamanan, ketertiban, keseimbangan, dan kesejahteraan
masyarakat.
Pelaksanaan kegiatan pengembangan ilmu pengetahuan yang berman-
faat memerlukan peningkatan kemampuan meneliti bagi dosen ilmu-ilmu sosial.
Kemampuan meneliti tersebut terutama diarahkan kepada tiga manfaat, yaitu:
1. Pengembangan institusi, dilaksanakan melalui kegiatan penelitian sosial yang
dilakukan oleh dosen yunior.
2. Inovasi dan pengembangan ilmu pengetahuan (dan teknologi), dilaksanakan
melalui kegiatan penelitian sosial yang dilakukan oleh dosen senior.
3. Pemecahan masalah, dilaksanakan melalui kegiatan penelitian sosial yang
dilakukan secara kerja sama dengan berbagai instansi pemerintah, swasta
dan industri.
Filosofi penelitian sosial mendasari kegiatan ilmiah yang berupaya mencari
kebenaran hakiki dari setiap gejala sosial yang ada. Sebagaimana dikemukakan
oleh Theo Huijbers, filosofi adalah kegiatan intelektual yang metodis dan
sistematis, secara refleksi menangkap makna yang hakiki dari keseluruhan yang
ada. Objek filosofi bersifat universal mencakup segala yang dialami manusia.
Berpikir filosofi adalah mencari arti yang sebenarnya dari segala hal yang ada
melalui pandangan cakrawala paling luas. Metode pemikiran filosofi adalah
refleksi atas pengalaman dan pengertian tentang suatu hal dalam cakrawala
yang universal. Pengolahan pikirannya secara metodis dan sistematis.Tujuannya
adalah kebenaran yang menyejahterakan masyarakat. 1
Berasarkan pandangan tersebut, maka dapat dirinci unsur-unsur penting
filosofi yang mendasari penelitian sosial sebagai kegiatan ilmiah, yaitu:
1 Theo Huijbers. 1995. Filsafat Hukum. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Hlm. 15

1. kegiatan intelektual (pemikiran);
2. mencari makna yang hakiki (interpretasi);
3. segala fakta dan gejala (objek);
4. dengan cara refleksi, metodis, sistematis (metode);
5. untuk kebahagiaan masyarakat (tujuan).
Sebagai kegiatan ilmiah, penelitian sosial juga memiliki ciri-ciri sebagai-
mana dijelaskan oleh Soedjono Dirdjosisworo sebagai berikut:
1. Sistematis artinya bahasan tersusun secara teratur, berurutan menurut
sistem.
2. Logis artinya sesuai dengan logika, masuk akal, benar menurut penanalaran
3. Empiris artinya diperoleh dari pengalaman, penemuan, pengamatan.
4. Metodis artinya berdasarkan metode yang kebenarannya diakui oleh
penalaran.
5. Umum artinya menggeneralisasi, meliputi keseluruhan tidak menyangkut
yang khusus saja.
6. Akumulatif artinya bertambah terus, makin berkembang, dinamis. 2
Penelitian sosial sebagai kegiatan ilmiah dilakukan terus-menerus guna
mengungkapkan kebenaran sesungguhnya dari objek yang diteliti. Kebenaran
yang sesungguhnya itu bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat. Kebenaran
objek yang diteliti menjadi dasar keteraturan yang menciptakan keamanan,
ketertiban, keselamatan, dan kesejahteraan masyarakat.
Harsja Bachtiar mengemukakan dua kategori keteraturan dari objek yang
diteliti, yaitu:
1. Keteraturan alam semesta selalu berkualitas 100% benar karena keteraturan
itu tetap, tidak berubah, sehingga metode penelitiannya pun tepat. Ini
terdapat pada ilmu-ilmu eksakta, seperti astronomi, fisika, kimia, biologi,
kedokteran.
2. Keteraturan hubungan antarmanusia dalam hidup bermasyarakat. Untuk
mengungkapkan kebenaran keteraturan tersebut dipinjam metode penelitian
ilmu eksakta, ternyata hasil penelitiannya tidak selalu 100% benar, melainkan
hanya mendekati kebenaran karena keteraturan dalam hubungan hidup
bermasyarakat itu dapat berubah dari saat ke saat sesuai dengan perkem-
bangan kebutuhan masyarakat. Ini terdapat pada ilmu-ilmu sosial, seperti
ekonomi, hukum, politik, sosiologi, demografi. 3
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dinyatakan bahwa perkembangan
ilmu sosial selalu dilandasi oleh kebenaran yang relatif, keteraturan yang selalu
berubah-ubah dari waktu ke waktu, ketidakpuasan terhadap keadaan yang ada,
keingintahuan terus-menerus, yang ditelaah bukan kuantitas, melainkan kualitas
dari gejala sosial yang ada (terjadi).
2 Soedjono Dirdjosisworo. 1998. Pengantar Ilmu Hukum. Penerbit Rajawali. Jakarta. Hlm. 5
3 Harsja Bachtiar. 1981. Penggolongan Ilmu Pengetahuan. Depdikbud. Jakarta.
Page 3
3
B. DASAR PENELITIAN SOSIAL
1. Keingintahuan
Karena masyarakat itu berkembang, maka ilmu sosial juga berkembang,
namun perkembangan tersebut tidak dapat diketahui secara pasti sebagai hal
yang baru. Oleh sebab itu, lalu dilakukan upaya tertentu untuk memperoleh
pengetahuan baru. Apa yang mendorong orang sehingga berkehendak memper-
oleh pengetahuan baru tentang gejala sosial? Faktor pendorong tersebut adalah
keingintahuan (curiousity). Keingintahuan itu muncul karena ketidakpuasan
terhadap gejala sosial yang ada. Untuk memperoleh jawaban dari keingintahuan
tersebut, orang perlu melakukan kegiatan yang menggunakan metode yang
diakui secara keilmuan. Kegiatan yang dimaksud disebut penelitian sosial.
Penelitian adalah terjemahan dari istilah bahasa Inggris research yang
terdiri dari re artinya ulang dan search artinya mencari. Jadi, research atau
penelitian itu adalah kegiatan mencari ulang, mengungkapkan kembali gejala,
kenyataan yang sudah ada untuk direkonstruksi dan diberi arti guna memperoleh
kebenaran yang dimasalahkan. Ungkapan kembali itu didasari oleh keingin-
tahuan tentang keadaan gejala sosial yang dijadikan masalah, misalnya:
a. Maraknya prostitusi dalam masyarakat perkotaan di Indonesia kini akibat
pengaruh kesulitan ekonomi. Informasi gejala sosial: Indonesia menduduki
urutan kedua bisnis prostitusi dengan omzet penghasilan rata-rata per tahun
Rp11 triliun. Gejala pendukung: di tempat hiburan malam, di hotel-hotel, di
panti pijat, ada PSK walaupun tersembunyi.
b. Maraknya perjudian dalam masyarakat kini akibat lemahnya pengawasan dan
penegakan hukum oleh pemerintah. Informasi gejala social: Jakarta adalah
salah satu kota besar bisnis perjudian dengan omzet penghasilan rata-rata
per tahun Rp40 triliun. Gejala pendukung: di pusat-pusat hiburan, di media
elektronik, di hotel-hotel, ada pertaruhan dengan menggunakan uang,
menonton sepaka bola menggunakan taruhan uang dari jumlah kecil hingga
jumlah besar.
c. Semrawutnya lalu lintas di kota Bandar Lampung akibat rendahnya kesadar-
an hukum pengemudi angkot. Informasi gejala sosial: jalan raya dijadikan
tempat parkir kendaraan bermotor, tempat dagang kaki lima, tempat dagang
asongan, jumlah angkot makin bertambah setiap tahun.
d. Makin tinggi tingkat kesejahteraan keluarga, makin rendah tingkat perilaku
menyimpang oleh anggota keluarga yang bersangkutan. Informasi gejala
social: Di kalangan masyarakat kaya (the haves) justru banyak terjadi mabuk-
mabukan, prostitusi, narkoba. Di kalangan selebritis justru banyak terjadi
kehancuran rumah tangga perceraian suami isteri (broken home).
e. Merajalelanya korupsi di kalangan pejabat negara akibat lemahnya sistem
pengawasan dan penegakan hukum. Informasi gejala sosial: pejabat korup
cenderung bebas dari tuntutan hukum atau memperoleh hukuman lebih
ringan. Pejabat korup sulit diberhentikan dari pegawai negeri sipil (PNS).
Karena penelitian itu menyangkut berbagai aspek kehidupan masyarakat, maka
disebut penelitian sosial.
Page 4
4
Penelitian sosial menggunakan metode ilmiah yang sesuai dengan bidang
ilmu sosial yang diteliti. Untuk itu mutlak diperlukan penguasaan ilmu sosial yang
bersangkutan dengan baik. Misalnya, penelitian bidang hukum, ekonomi,
sosiologi, psikologi, antropoligi sosial harus didukung oleh penguasaan dengan
baik bidang ilmu yang bersangkutan. Ilmu adalah produk dari proses berpikir
logis yang didukung oleh fakta empiris. Penguasaan ilmu sosial dengan baik
merupakan modal dasar melakukan penelitian sosial guna memperoleh penge-
tahuan atau temuan baru di bidang ilmu sosial.
2. Proses Berpikir Logis
Dalam kegiatan penelitian sosial dikenal dua proses berpikir, yaitu proses
berpikir logis dan proses berpikir kausalitas. Proses berpikir logis dibedakan lagi
menjadi proses berpikir induktif dan proses berpikir deduktif. Kedua proses
berpikir tersebut dijelaskan dengan contoh-contoh dalam uraian berikut.
a. Proses berpikir induktif
Proses berpikir Induktif adalah suatu proses berpikir untuk menarik suatu
kesimpulan yang bersifat umum dari kasus yang bersifat khusus (individual).
Proses berpikir induktif dimulai dari pernyataan-pernyataan yang mempunyai
ruang lingkup yang khas dan terbatas, yang diakhiri dengan pernyataan yang
bersifat umum. Pengetahuan yang dihasilkan dari proses berpikir induktif
merupakan esensi dari fakta-fakta yang dikumpulkan.
Contoh:
Berdasarkan statistik tahun 2001 di Kabupaten Lampung Selatan tingkat
pendapatan penduduk umumnya rendah, sehingga sedikit jumlah penduduk
yang mampu membayar premi asuransi jiwa. Demikian juga di Kabupaten
Lampung Timur dan Kabupaten Way Kanan terdapat kondisi yang sama dengan
Kabupaten Lampung Selatan. Tetapi di Kota Bandar Lampung yang pendapatan
per kapita cukup tinggi, sebagian besar penduduk mengadakan asuransi jiwa.
Oleh karena itu, di setiap kabupaten yang tingkat pendapatan penduduknya
rendah, asuransi jiwa sulit berkembang.
Proses berpikir induktif memungkinkan penyusunan pengetahuan secara
sistematis, yang mengarah kepada beberapa pernyataan yang bersifat
fundamental. Suatu pengetahuan harus diyakini kebenarannya melalui dua tahap
keyakinan, yaitu keyakinan karena tahu (know) dan keyakinan karena
pengalaman (empirical). Keyakinan karena tahu merupakan dasar merumuskan
masalah yang diteliti seperti dalam contoh tadi: “Faktor-faktor apakah yang
menjadi penyebab sulitnya asuransi jiwa berkembang di beberapa kabupaten
dalam Provinsi Lampung”. Untuk mengetahui hal tersebut kemudian dilakukan
penelitian.
Keyakinan karena pengalaman merupakan hasil penelitian yang diperoleh
berdasarkan data empiris yang dikumpulkan dari beberapa lokasi kabupaten di
daerah Lampung seperti contoh tadi. Pernyataan secara sistematis yang bersifat
Page 5
5
fundamental hasil proses berpikir induktif tersebut adalah sebagai berikut:
(1) Apabila pertumbuhan ekonomi rendah, tingkat pendapatan penduduk juga
rendah.
(2) Makin rendah tingkat pendapatan, makin rendah minat penduduk membayar
premi asuransi jiwa.
(3) Di daerah kabupaten yang tingkat pendapatan penduduknya rendah, asuransi
jiwa sulit berkembang.
b. Proses berpikir deduktif
Proses berpikir deduktif adalah suatu proses berpikir untuk menarik
kesimpulan yang bersifat khusus dari pernyataan yang bersifat umum. Proses
berpikir deduktif biasanya menggunakan pola berpikir yang disusun dari dua
buah pernyataan serta sebuah kesimpulan (silogismus). Pernyataan yang
mendukung silogismus disebut premis yang dibedakan sebagai premis mayor
dan premis minor. Berdasarkan kedua premis tersebut ditarik kesimpulan.
Contoh:
Di setiap kabupaten dalam Provinsi Lampung didirikan Pengadilan Agama
(premis mayor). Way Kanan adalah kabupaten yang baru dibentuk (premis
minor). Jadi, di Kabupaten Way Kanan perlu juga didirikan Pengadilan Agama
(kesimpulan). Ketepatan menarik kesimpulan dalam proses berpikir deduktif ter-
gantung dari tiga hal, yaitu:
(1) kebenaran premis mayor;
(2) kebenaran premis minor;
(3) kebenaran penarikan kesimpulan.
Kesimpulan yang berupa pengetahuan baru seperti pada contoh tadi: Di
Kabupaten Way Kanan perlu juga didirikan Pengadilan Agama, pada hakikatnya
bukan pengetahuan baru dalam arti sebenarnya, melainkan hanya konsekuensi
yang sudah diketahui sebelumnya. Dengan demikian, semua pengetahuan yang
telah dibuktikan kebenarannya secara deduktif tetap benar apabila postulat dan
kesepakatan yang telah ditetapkan sebelumnya dianggap berlaku.
Tetapi mungkin juga pengambilan kesimpulan itu salah. Contoh peng-
ambilan kesimpulan yang salah adalah sebagai berikuit:
Di setiap kabupaten dalam Provinsi Lampung perlu didirikan Pengadilan Agama
(premis mayor). Di Kabupaten Way Kanan tidak pernah ada perceraian atau
sengketa waris Islam (premis minor). Walaupun demikian, di Kabupaten Way
Kanan perlu juga didirikan Pengadilan Agama (kesimpulan). Di mana letak
kesalahan kesimpulan tersebut? Kedua premis berlainan sifat, premis mayor
belum teruji kebenarannya, premis minor adalah fakta yang sudah teruji (tidak
ada perceraian atau sengketa waris Islam). Kesimpulan yang diambil bisa benar
dan bisa salah. Dikatakan benar apabila sesuai dengan dan diterima oleh logika.
Sebaliknya, dikatakan salah apabila tidak sesuai dengan dan tidak diterima oleh
logika. Sudah jelas tidak ada perceraian atau sengketa waris Islam, mengapa
perlu didirikan Pengadilan Agama? Seharusnya kesimpulan yang diambil: Di
Kabupaten Way Kanan, pendirian Pengadilan Agama perlu ditunda karena masih
Page 6
6
mubazir, atau: Di Kabupaten Way Kanan belum perlu didirikan Pengadilan
Agama.
c. Proses Berpikir Kausalitas
Pada dasarnya setiap proses berpikir selalu menghasilkan pernyataan
atau pengetahuan yang terdiri dari unsur sebab dan unsur akibat. Unsur sebab
adalah peristiwa atau keadaan yang menyatakan mengapa sesuatu itu terjadi
atau timbul. Misalnya, mengapa lalu lintas di Bandar Lampung tidak teratur?
Jawabannya adalah: “sebab kesadaran hukum pengemudi rendah”, yang
menjadi sebab adalah kesadaran hukum pengemudi rendah. Jadi, yang
diungkapkan peneliti bukan tidak teraturnya lalu lintas, melainkan alasan (sebab)
tidak teraturnya lalu lintas itulah yang perlu diteliti. Dalam contoh ini, yang perlu
diteliti untuk dibenahi adalah rendahnya kesadaran hukum pengemudi, bagai-
mana cara meningkatkan kesadaran hukum mereka. Dalam metode penelitian
sosial, unsur sebab ini disebut variabel bebas (independent variable).
Unsur akibat adalah peristiwa atau keadaan baru yang terjadi atau timbul
dari peristiwa atau keadaan yang sudah ada lebih dahulu. Akibat selalu terjadi
lebih kemudian dari sebab. Dengan kata lain, jika peristiwa atau keadaan itu
tidak ada, maka tidak terjadi atau tidak timbul peristiwa atau keadaan baru.
Akibat adalah hasil dari sebab. Sebagai contoh, “Presiden Soeharto turun dari
kekuasaannya akibat korupsi yang tak terkendali”. Dalam contoh ini, korupsi
yang tak terkendali adalah sebab, sedangkan Presiden Soeharto turun dari
kekuasaannya adalah akibat. Apabila kalimat pernyataan tersebut dibuat dalam
bentuk aktif, maka pernyataannya lebih jelas: “Korupsi yang tak terkendali
mengakibatkan Presiden Soeharto turun dari kekuasaannya”. Dalam metode
penelitian sosial, unsur akibat ini disebut variable terikat (dependent variable).
Dalam penelitian sosial kedua jenis variable sebab akibat ini selalu ada
dan merupakan fakta atau gejala yang menjadi objek penelitian untuk diungkap-
kan. Mungkin unsur sebab yang sudah diketahui lebih dahulu, kemudian baru
diteliti unsur akibat yang akan terjadi. Mungkin juga sudah diketahui akibat yang
terjadi, kemudian baru diteliti dan diungkapkan sebabnya. Dalam filsafat ilmu,
hubungan sebab-akibat (causality) merupakan esensi kegiatan berpikir yang
menjadi dasar berkembangnya ilmu pengetahuan, termasuk juga imu sosial.
Pada contoh yang telah dikemukakan di atas: “Lalu lintas di Bandar
Lampung tidak teratur sebab kesadaran hukum pengemudi rendah”. Hal yang
akan diungkapkan adalah unsur sebab, yaitu “kesadaran hukum pengemudi
rendah”. Untuk itu, perlu diketahui faktor-faktor apa saja yang termasuk dalam
unsur sebab (kesadaran hukum pengemudi rendah). Artinya tinggi rendah tingkat
kesadaran hukum pengemudi ditentukan oleh beberapa faktor yang terdapat
dalam diri pengemudi, antara lain:
(1) tingkat pendidikannya;
(2) pengetahuan tentang peraturan lalu lintas;
(3) pengetahuan teknis kendaraan bermotor;
(4) memiliki/tidak memiliki SIM;
(5) mobil milik sendiri atau milik pengusaha;
Page 7
7
(6) lama pengalaman menjadi sopir, dst.
Faktor-faktor ini disebut variable bebas (independent variables) yang
menentukan tinggi rendahnya tingkat kesadaran hukum pengemudi. Faktor-
faktor tersebut menjadi dasar penyusunan kuesioner atau pedoman wawancara
untuk mengumpulkan data yang menjadi bahan dasar analisis.
3. Penelitian Kualitatif
Penelitian kualitatif seringkali digunakan dalam penelitian sosial. Hal ini
disebabkan gejala sosial seringkali tidak dapat ditunjukkan secara kuantitatif,
tidak dapat diukur. Metodologi penelitian kualitatif adalah suatu upaya yang
sistematis dalam penelitian sosial. Termasuk di dalamnya adalah kaidah dan
teknik untuk memuaskan keingintahuan peneliti pada suatu gejala sosial, atau
cara untuk menemukan kebenaran dalam memperoleh pengetahuan baru.
Penelitian kualitatif biasanya dimulai dengan suatu pertanyaan penilaian
mengenai suatu hal, misalnya:
a. Mengapa sering terjadi kemacetan lalu lintas di kota Jakarta?
b. Mengapa perusahaan asuransi jiwa sulit berkembang di Kabupaten Lamsel?
c. Mengapa pejabat cenderung ingin melakukan korupsi padahal itu melanggar
hukum?
d. Mengapa orang ingin mengonsumsi narkoba padahal dia tahu barang itu
sangat berbahaya bagi kesehatan dirinya?
e. Mengapa interaksi sosial yang terjadi dalam masyarakat cenderung berubah
menjadi anarkhis?
Penelitian kualitatif merupakan alat untuk melihat sejauh mana suatu
proses terjadi pada gejala sosial. Penelitian kualitatif pada umumnya menilai
fakta atau gejala sosial yang diteliti tidak menggunakan angka, melainkan cukup
menggunakan standar mutu atau kualitas yang dinyatakan dengan kata kata,
misalnya:
a. rendah, sedang, tinggi;
b. kurang, cukup, banyak;
c. jelek, bagus, bagus sekali;
d. sebagian kecil, sebagian besar, pada umumnya.
Karena menggunakan penilaian relatif atau tidak pasti, maka ada yang mengata-
kan hasil penelitian kualitatif itu tidak objektif. Untuk menghindari hal itu, maka
diupayakan tidak hanya menggunakan analisis kualitatif, tetapi juga analisis
kuantitatif.
Penelitian kualitatif pada umumnya mempunyai ciri-ciri berikut ini:
a. Penyusunan proposal lebih mudah dengan variabel sederhana.
b. Alat pengumpul data sudah disusun lebih dahulu.
c. Bila menggunakan sampel dapat secara purposive.
d. Fakta (data) diperoleh langsung dari sumber pertama.
e. Analisis data dilakukan secara kualitatif. 4
4 Abdulkadir Muhammad. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. Penerbit Citra Aditya Bakti.
Bandung. Hlm. 6-14
Page 8
8
C. PENELITIAN SOSIAL
1. Penelitian Sosial Sebagai Kegiatan Ilmiah
Penelitian sosial merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan pada
metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari
satu atau beberapa gejala sosial tertentu, dengan jalan menganalisisnya. Selain
itu, juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta sosial tersebut
untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan yang
timbul dalam gejala yang bersangkutan.5 Berdasarkan pengertian ini, dapat
dinyatakan bahwa penelitian sosial dianggap sebagai penelitian ilmiah apabila
memenuhi kriteria berikut:
a. didasarkan pada metode, sistematika, dan logika berpikir tertentu;
b. bertujuan untuk mempelajari gejala sosial tertentu (data primer);
c. guna mencari solusi atas permasalahan yang timbul dari gejala yang diteliti
tersebut.
Penelitian sosial didasarkan pada metode, artinya semua kegiatan yang
meliputi persiapan penelitian, proses penelitian, dan hasil penelitian mengguna-
kan cara-cara yang secara umum diakui dan berlaku pada ilmu pengetahuan.
Kegiatan persiapan penelitian umumnya didahului dengan studi pustaka untuk
menemukan konsep-konsep, teori-teori diteruskan observasi di lapangan untuk
menjajagi gejala-gejala sosial yang akan dijadikan dasar perumusan masalah
dan tujuan serta strategi penelitian. Semuanya ini kemudian dituangkan dalam
bentuk proposal penelitian.
Proses penelitian merupakan kegiatan pelaksanaan penelitian berdasar-
kan jadwal yang telah ditetapkan dalam kurun waktu tertentu, meliputi peng-
umpulan data sekunder dari perpustakaan (buku-buku literatur), dari perkantoran
(arsip, dokumen) dan pengumpulan data primer dari lapangan (lokasi penelitian).
Setelah data terkumpul, diteruskan dengan kegiatan pengolahan data dan
analisis data. Hasil penelitian tersebut kemudian ditulis dalam bentuk laporan
penelitian sesuai dengan kaidah penulisan karya ilmiah yang siap untuk
dipublikasikan. Laporan penelitian berupa karya ilmiah tersebut dapat berbentuk
laporan jurnal penelitian, skripsi, tesis, atau disertasi.
Penelitian sosial selalu didasarkan pada sistem, yang memiliki unsur-unsur
sistem, yaitu subjek penelitian, objek penelitian, perilaku (kegiatan) penelitian,
hasil penelitian, dan publikasi hasil penelitian. Setiap unsur sistem tersebut
dikerjakan berdasarkan sistematika tertentu, baik format maupun substansi,
seperti klasifikasi, penggolongan, penandaan, urutan penyajian, analisis, dan
interpretasi. Penelitian didasarkan pada logika berpikir tertentu, yaitu logika
berpikir kausalitas (sebab-akibat) dalam melakukan analisis data, logika berpikir
deduktif atau induktif dalam pengambilan kesimpulan.
Penelitian sosial selalu mempunyai tujuan tertentu, baik tujuan proses
maupun tujuan akhir. Tujuan proses misalnya “menganalisis data yang diperoleh
guna membuktikan suatu peristiwa sosial sudah dilakukan atau tidak dilakukan”,
sedangkan tujuan akhir adalah hasil yang diperoleh berdasarkan tujuan proses.
5 Soerjono Soekanto. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. UI Press. Jakarta. Hlm. 43
Page 9
9
Tujuan akhir misalnya “memperoleh gambaran lengkap tentang norma sosial
yang berlaku pada komunitas tertentu di suatu wilayah tertentu”, atau “pembeli
memiliki barang yang dibelinya dan penjual memperoleh pembayaran harga
barang yang dijualnya sesuai dengan perjanjian”, atau “memperoleh data
lengkap mengenai tindak kekerasan suami terhadap istri dalam kehidupan
keluarga di kota besar selama tahun 2005”. Tujuan yang dicapai dalam penelitian
sosial merupakan solusi atas masalah yang diteliti.
2. Strategi (Pendekatan) Penelitian Sosial
Walaupun bidang ilmu sosial terdiri dari beberapa subbidang ilmu, tidak
berarti strategi penelitiannya akan berbeda sama sekali antara satu sama lain.
Strategi penelitian sosial yang digunakan pada subbidang ilmu sosial selalu ada
kesamaan dengan strategi penelitian subbidang ilmu sosial yang lain. Strategi
penelitian merupakan cara pendekatan untuk menyelesaikan atau memecahkan
atau mencari solusi yang efektif dan efisien terhadap masalah penelitian yang
telah dirumuskan, sehingga mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Menurut Robert K. Yin, dalam penelitian sosial ada beberapa strategi yang
dapat digunakan, yaitu survei, studi kasus, eksperimen, sejarah, analisis arsip. 6
Pada penelitian sosial, strategi penelitian (pendekatan masalah) yang umum
digunakan adalah pendekatan studi kasus dan survei. Dalam uraian berikutnya,
strategi penelitian sosial yang diutamakan untuk dibahas dibatasi hanya pada
pendekatan studi kasus dan pendekatan survei, dengan alasan studi kasus
menggunakan logika berpikir induktif, sedangkan survei menggunakan logika
berpikir deduktif.
2.1 Pendekatan Studi Kasus
Pada penelitian sosial, strategi (pendekatan masalah) yang sangat penting
dan dominan adalah studi kasus (case study). Dalam hal ini, kasus dikonsepkan
sebagai peristiwa yang berupa rangkaian perilaku nyata, misalnya perjanjian jual
beli, pembunuhan seseorang, upacara pernikahan, kecelakaan lalu lintas, kinerja
DPRD Kabupaten/Kota, sewa guna usaha (leasing), tindak kekerasan suami
terhadap istri dalam kehidupan keluarga, pembagian harta warisan pada
masyarakat patrilineal, dll.
Dalam konteks studi kasus, ada tiga tipe studi kasus, yaitu studi kasus
non-yudisial, studi kasus yudisial, studi kasus langsung (live case study):
a. Studi kasus non-yudisial (non-judicial case study), yaitu studi kasus tanpa
konflik yang tidak melibatkan pengadilan. Kalaupun ada konflik, diselesaikan
oleh pihak-pihak sendiri secara damai.
b. Studi kasus yudisial (judicial case study), yaitu studi kasus karena konflik
yang kemudian diselesaikan melalui putusan pengadilan.
c. Studi kasus langsung (live case study), yaitu studi kasus yang masih
berlangsung dari awal kegiatan hingga berakhir, misalnya pengangkutan
6 Robert K. Yin. 1989. Case Study Research: Design and Methods. SAGE Publications.Ins.
California, London. Hlm. 17.
Page 10
10
niaga yang sedang berlangsung diteliti proses berlakunya sejak pemberang-
katan hingga berakhir di tempat tujuan.
Dipandang dari segi karakteristik kasus yang menjadi objek penelitian,
studi kasus dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:
a. Studi kasus tunggal(single-case study)
Tipe studi kasus tunggal digunakan apabila kasus yang banyak itu mem-
punyai kriteria atau karakteristik yang sama, sehingga cukup diambil satu kasus
saja. Dengan mengkaji satu kasus, maka semua kasus yang mempunyai kriteria
atau karakteristik yang sama itu sudah terwakili. Studi kasus tunggal dapat
menghemat biaya, waktu, dan tenaga. Contoh studi kasus tunggal antara lain
adalah studi kasus perjanjian kredit mikro antara usaha kecil dengan bank
karena karakteristiknya sama.
b. Studi kasus ganda (multi-case study)
Tipe studi kasus ganda digunakan apabila ada beberapa kasus yang mem
punyai kriteria berbeda, sehingga perlu diambil semua kasus atau beberapa
kasus yang mewakili semua kasus yang sejenis, secara purposive. Studi kasus
ganda lebih rumit dan makan biaya, waktu, dan tenaga lebih banyak. Contoh:
Studi kasus pembiayaan melalui kredit yang disalurkan oleh bank kepada
pengusaha dan studi kasus pembiayaan melalui modal ventura yang disalurkan
oleh perusahaan modal ventura kepada pengusaha. Mana yang lebih meng-
untungkan? Contoh lagi: jika ada 100 kasus penyaluran kredit bank berdasarkan
perjanjian kredit biasa dan kredit mikro, maka secara purposive dapat diambil
satu perjanjian kredit biasa dan satu perjanjian kredit mikro yang mewakili
masing-masing jenis kredit yang relevan dengan masalah dan tujuan penelitian.
Dalam konteks studi kasus, metode analisis yang banyak digunakan
adalah content analysis, yaitu menguraikan materi peristiwa sosial secara rinci
guna memudahkan interpretasi dalam pembahasan. Ada dua tipe content
analysis, yaitu tinjauan kritis (critical review) dan analisis kritis (critical analysis).
2.1.1 Tinjauan kritis (critical review)
Pada tipe ini, peneliti bertujuan untuk memperoleh gambaran lengkap,
rinci, jelas, dan sistematis tentang beberapa aspek normatif yang diteliti guna
mencari dan menemukan alasan pembenaran atau penolakan suatu produk
perilaku. Pada tipe ini, peneliti melakukan analisis dari berbagai aspek dan
mengungkapkan segi negatif dan segi positif suatu produk perilaku. Contoh
produk perilaku, yaitu:
a. Tindak kekerasan terhadap anggota masyarakat dari kelompok tertentu,
akibatnya terjadi tawuran antar kelompok.
b. Ambisi politik segelintir orang lalu membentuk provinsi baru di Papua
sehingga menimbulkan reaksi keras penolakan dari masyarakat yang tidak
setuju.
c. Kenaikan harga BBM yang dianggap menyengsarakan masyarakat, akibat-
nya timbul reaksi demonstrasi massa di mana-mana.
Hasil tinjauan kritis itu dapat mengakibatkan pembenaran produk perilaku
sehingga dapat menenteramkan masyarakat. Atau sebaliknya mengakibatkan
Page 11
11
penolakan produk perilaku karena meresahkan masyarakat. Pembenaran yang
dapat menenteramkan masyarakat merupakan segi positif produk perilaku.
Sedangkan penolakan karena meresahkan masyarakat merupakan segi negatif
produk perilaku, yaitu menunjukkan perilaku cacat moral, mudharat, yaitu
dianggap tidak manusiawi, merugikan masyarakat lapisan bawah, merendahkan
martabat kelompok masyarakat marginal. Keadaan cacat moral itu akan
mengakibatkan ketidakstabilan, ketidaktertiban, ketidakpastian yang merugikan
masyarakat, pihak-pihak, bahkan negara sendiri. Hasil tinjauan kritis akan
menjadi bahan pertimbangan bagi pengambil keputusan (decision maker),
perancang undang-undang (legal drafter), serta menjadi acuan kajian bagi
pendidikan ilmu-ilmu sosial,penelitian sosial, dan penyuluhan kepada masyarakat
2.1.2 Analisis kritis (critical analysis)
Tipe analisis kritis menduduki gradasi yang lebih tinggi daripada tinjauan
kritis. Apabila tinjauan kritis lebih menitikberatkan pada produk perilaku, maka
analisis kritis tidak hanya produk perilaku melainkan juga sumber produk perilaku
dengan segala motivasinya dari lapisan masyarakat bawah (grassroots) sampai
pada lapisan atas atau penguasa lokal dan nasional. Pada tipe ini, peneliti sosial
bertujuan untuk mengungkapkan lebih komprehensif tentang segi negatif (cacat
perilaku) dan juga segi positif (keunggulan) suatu produk perilaku untuk dijadikan
bahan menyusunan undang-undang, dasar pengambilan keputusan, sehingga
diperoleh gambaran komprehensif (comprehensive analysis), tidak hanya dari
belakang meja kerja, tetapi juga dari lapangan, yaitu lapisan masyarakat secara
keseluruhan. Contoh: Analisis kritis pemanfaatan tenaga kerja, analisis kritis
pengolahan sampah perkotaan, analisis kritis cara mengatasi masalah penyakit
masyarakat (PSK, gepeng, perjudian, miras, dll).
Tipe analisis kritis mengkaji dengan cermat apakah suatu peristiwa sosial,
atau produk perilaku berakar pada masyarakat, sehingga didukung dan diterima
oleh masyarakat karena dirasakan benar dan adil, atau sebaliknya ditolak
masyarakat karena tidak benar, tidak adil, merugikan masyarakat. Pada tipe ini,
peneliti mengungkapkan tidak hanya segi negatif, tetapi juga segi positif berupa
keunggulan dan kelebihan (secara filosofis, yuridis, sosiolgis) dan sekaligus
menunjukkan solusi terbaik dan tepat yang perlu dilakukan oleh pengambil
keputusan, pembuat undang-undang, tokoh masyarakat. Contoh kasus mencolok
dalam masyarakat dewasa ini adalah kasus sengketa tanah di kota dan di desa,
kasus pemekaran daerah otonom di Irian Jaya yang mengakibatkan perang suku
antara yang pro dan kontra.
Tipe analisis kritis adalah tipe kajian yang paling berbobot dari segi
akademik dan segi praktis, teknik perundang-undangan karena kondisi objektif
dan nyata di lapangan dijadikan bahan kajian dan analisis. Tipe ini bermanfaat
bagi pengambil keputusan, perancang undang-undang, pendidikan dan praktisi
sosial, dan penyuluh masyarakat di lapangan.
Karakteristik dari studi kasus adalah data yang dianalisis hanya data yang
bersumber dari kasus yang dijadikan objek penelitian, peneliti tidak boleh
menggunakan data di luar kasus yang bersangkutan. Dalam studi kasus,
Page 12
12
pengambilan kesimpulan dilakukan secara induktif, artinya dari fakta kongkrit
digeneralisasikan secara abstrak kepada kasus yang sejenis. Hasil penelitian
studi kasus lebih akurat dan realistik daripada hasil penelitian survei, dapat
dijadikan acuan pengambilan keputusan, dan pengembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi (iptek).
Dalam konteks penelitian sosial, ada dua tipe perilaku yang menjadi objek
penelitian, yaitu:
a. Perilaku berpola (patterned behaviour)
Perilaku berpola biasanya terdapat dalam kelompok masyarakat, sifatnya
seremonial seperti upacara kelahiran, perkawinan, kematian, keagamaan,
pertanian.
b. Perilaku tidak berpola (unpatterned behaviour)
Perilaku tidak berpola biasanya terdapat dalam hubungan antara pribadi
atau individu dalam masyarakat, misalnya jual beli kredit kebutuhan sehari-hari,
keagenan dalam kegiatan bisnis, tolong-menolong membuat rumah, panenan,
mengatasi masalah korban bencana alam. Juga dalam hubungan rakyat dengan
penguasa, misalnya penggusuran PKL, PSK, perjudian, miras, dll.
2.2 Pendekatan Survei
Istilah survei adalah serapan dari kata bahasa Inggris survey, artinya
pengamatan atau penyelidikan yang kritis untuk mendapatkan keterangan yang
jelas dan baik terhadap suatu masalah tertentu dan di dalam suatu daerah
tertentu. Tujuan survei adalah mendapatkan gambaran yang benar tentang suatu
gejala sosial atau peristiwa tertentu yang ada atau terjadi di suatu lokasi dalam
suatu daerah. Pelaksanaan suatu survei tidaklah semua individu dari populasi itu
diteliti, namun hasil yang diharapkan harus menggambarkan sifat populasi ybs.
Oleh karena itu, metode pengambilan sampel (sampling method) dalam suatu
survei memegang peranan sangat penting. Metode pengambilan sampel yang
tidak benar akan merusak hasil survei itu. 7
Pada penelitian sosial, pendekatan survei juga banyak digunakan.
Contohnya peneliti waris ingin memperoleh gambaran tentang sikap masyarakat
patrilineal di Kota Bandar Lampung mengenai porsi pembagian waris antara ahli
waris pria dan ahli waris wanita. Apakah masyarakat cenderung mengikuti sistem
pembagian waris yang sama porsinya atau tetap berpegang pada sistem
pembagian waris antara ahli waris pria dan ahli waris wanita 2 porsi berbanding 1
porsi.
Survei dapat dilakukan secara individual atau secara kelompok. Menurut
van Dalen, dilihat dari wilayah geografis maupun variabelnya, survei dapat luas
bahkan sangat luas maupun sempit. Winarno Surakhmad juga mengatakan
bahwa pada umumnya survei merupakan cara pengumpulan data dari sejumlah
unit atau individu dalam waktu (jangka waktu) yang bersamaan, biasanya
jumlahnya cukup besar. 8 Pada pendekatan survei, jumlah populasi yang begitu
7 Musa dan Nurfitri. 1988. Metodologi Penelitian. Penerbit Fajar Agung. Jakarta. Hlm. 66
8 Suharsimi Arikunto. 1993. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek. Penerbit Rineka
Cipta. Jakarta. Hlm.84.
Page 13
13
besar tidak mungkin diteliti semuanya secara sensus. Oleh karena itu,
pemecahan masalah perlu dilakukan melalui beberapa sampel saja yang
mewakili seluruh populasi.
Pemilihan sampel perlu dilakukan karena dalam benak peneliti timbul
pertanyaan, mungkinkah suatu penelitian dilakukan terhadap seluruh populasi
objek penelitian? Jika mungkin, berapa besar biaya, berapa lama waktu, berapa
banyak pula tenaga yang dibutuhkan? Efisien dan efektifkah penelitian yang
demikian? Akhirnya dicari solusi untuk menghindari besarnya biaya, lamanya
waktu, dan banyaknya tenaga dengan jalan melakukan penelitian hanya
terhadap sebagian kecil populasi saja. Meskipun demikian, sebagian kecil
populasi yang dijadikan sampel itu menjadi tolok ukur yang mewakili seluruh
populasi. Sampel yang menjadi tolok ukur penelitian memang dapat diandalkan,
asalkan pengambilan sampel dilakukan dengan benar dan tepat. Cara
mengambil sebagian kecil dari populasi objek penelitian ini disebut teknik
sampling. 9
Berapa besar sampel yang seharusnya digunakan, sampai saat sekarang
kiranya belum ada kesepakatan di antara para peneliti. Namun, dari sifat
populasinya dapat ditentukan langkah-langkah penentuan besarnya sampel,
yaitu:
a. Apabila populasi heterogen, sebaiknya diambil sampel yang besar jumlahnya.
Makin besar sampel yang diambil, makin mendekati cerminan populasi.
b. Apabila populasi homogen, sampel tidak harus banyak. Namun peneliti tidak
begitu saja mengambil sampel terlalu sedikit. 10
2.2.1 Probability random sampling
Penentuan sampel dapat dilakukan secara probability random sampling.
Penentuan sampel secara probability random sampling didasarkan pada seluruh
populasi yang mempunyai kesempatan yang sama untuk dijadikan sampel.
Penerapan probability randon sampling biasanya dilandasi pertimbangan bahwa
jumlah keseluruhan populasi sudah diketahui dan hasil penelitian dipakai sebagai
generalisasi terhadap keseluruhan populasi. Agar generalisasi terhadap keselu-
ruhan populasi dapat mencapai hasil optimal, sebaiknya ditentukan lebih dahulu
jumlah sampel yang diperlukan. 11
Sebagai contoh, populasi keseluruhan pasangan suami istri (pasutri)
sudah diketahui jumlahnya 500 pasutri. Jumlah sampel yang dibutuhkan
ditentukan 10%, yaitu 10% x 500 pasutri = 50 pasutri, masing-masing populasi
memperoleh kemungkinan menjadi sampel adalah 500 : 50 = 10 : 1 artinya
setiap 10 pasutri hanya mungkin menjadi sampel 1 pasutri. Jadi, apabila diambil
sampel secara acak (random), maka setiap 10 pasutri diambil 1 pasutri saja.
Sampel 50 pasutri inilah yang akan diinterview sikapnya tentang sistem
pembagian warisan dalam masyarakat patrilineal, apakah terjadi kecenderungan
9 Bambang Waluyo, 1991. Penelitian Hukum Dalam Praktek. Penerbit Sinar Grafika. Jakarta.
Hlm. 43
10 Ibid. hlm. 45
11 Ibid, hlm. 46
Page 14
14
anak pria dan anak wanita memperoleh hak waris yang sama bagiannya atau
tetap seperti yang sudah berlaku hingga kini, anak pria mendapat 2/3 bagian
warisan dan anak wanita mendapat 1/3 bagian warisan, atau boleh pilih satu
antara dua porsi tsb.
Penentuan sampel secara probability random sampling dapat dilakukan
secara langsung terhadap populasi individu apabila lokasi penelitian tidak begitu
luas, misalnya terhadap sejumlah sampel kepala keluarga di lingkungan RT
tertentu. Atau dapat juga secara bertingkat menurut wilayahnya apabila lokasi
penelitian cukup luas. Tahap pertama penentuan sampel wilayahnya, kemudian
baru penentuan sampel penduduk wilayah itu, baik menurut kelompok
masyarakat ataupun individu. Misalnya dalam suatu kabupaten yang terdiri dari
beberapa kecamatan diambil satu kecamatan, dalam satu kecamatan yang terdiri
dari beberapa desa itu diambil tiga desa tertentu, dari tiga desa tertentu itu
diambil beberapa sampel penduduk secara berimbang (proportional). 12
2.2.2 Purposive sampling
Pengambilan sampel secara purposive sampling disesuaikan dengan
tujuan penelitian. Ukuran sampel tidak dipersoalkan. Sampel yang diambil hanya
yang sesuai dengan tujuan penelitian. Dengan kata lain, sampel yang dihubungi
adalah sampel yang sesuai dengan kriteria tertentu yang ditetapkan berdasarkan
tujuan penelitian. Misalnya, suatu penelitian tentang tata tertib lalu lintas di kota
Bandar Lampung. Sampel yang diambil hanya pemilik kendaraan bermotor yang
tercatat di kepolisian atau pemilik SIM. Pengumpulan data hanya terbatas pada
sampel purposive tersebut, tidak termasuk pengendara yang mungkin bukan
pemilik kendaraan bermotor atau mungkin tidak memiliki SIM. Setelah jumlahnya
dianggap cukup, maka pengumpulan data dihentikan dan dilakukan pengolahan
data. 13
D. KLASIFIKASI PENELITIAN SOSIAL
1. Berdasarkan Sifat dan Tujuan Penelitian
Soerjono Soekanto melihat dari segi “sifat penelitian”, beliau membedakan
penelitian sosial menjadi tiga tipe, yaitu penelitian eskploratori, penelitian
deskriptif, dan penelitian eksplanatori. 14 J. Vredenbregt melihat dari segi “tujuan
penelitian”, beliau juga membedakan penelitian sosial menjadi tiga tipe, yaitu
penelitian eksploratori, penelitian deskriptif, penelitian eksplanatori.15
Robert K.
Yin melihat dari segi strategi studi kasus, ada tiga tipe studi kasus penelitian
sosial yaitu exploratory case study, descriptive case study, and explanatory case
study.16 Dengan demikian, ada tiga tipe penelitian sosial, yaitu:
12 Abdulkadir Muhammad. Op. Cit. hlm. 38-47
13 Musa dan Nurfitri. Op. Cit. hlm. 93
14 Soerjono Soekanto. Op. Cit. hlm. 50
15 J. Vredenbregt. 1981. Metode dan Teknik Penelitian Masyarakat. Penerbit Gramedia.
Jakarta.
16 Robert K. Yin. Op. Cit. hlm. 15.
Page 15
15
a. penelitian eksploratori (exploratory study);
b. penelitian deskriptif (descriptive study);
c. penelitian eksplanatori (explanatory study).
1.1 Penelitian Eksploratori
Penelitian eksploratori bersifat mendasar dan bertujuan untuk memper-
oleh keterangan, informasi, data mengenai hal-hal yang belum diketahui. Karena
bersifat mendasar, penelitian ini disebut penjelajahan (eksploration). Penelitian
eksploratori dilakukan apabila peneliti belum memperoleh data awal sehingga
belum mempunyai gambaran sama sekali mengenai hal yang akan diteliti.
Penelitian eksploratori tidak memerlukan hipotesis atau teori tertentu. Peneliti
hanya menyiapkan beberapa pertanyaan sebagai penuntun untuk memperoleh
data primer berupa keterangan, informasi, sebagai data awal yang diperlukan.
Metode pengumpulan data primer yang digunakan adalah observasi di
lokasi penelitian dan wawancara dengan responden. Mereka yang dapat
dijadikan responden adalah tokoh masyarakat setempat, pejabat pemerintah
daerah setempat, anggota kelompok masyarakat tertentu, semuanya yang
dianggap relevan dengan tujuan penelitian eksploratori. Penelitian eksploratori
adalah semacam studi kelayakan (feasibility study)
Misalnya, peneliti ingin memperoleh data awal tentang kemungkinan
mendirikan cabang perusahaan asuransi jiwa di kota Metro. Peneliti menyusun
daftar pertanyaan (bukan rumusan masalah) guna mengetahui potensi
pemasaran asuransi jiwa sebagai berikut:
a. Berapa jumlah penduduk di kota Metro?
b. Apa mata pencarian mereka?
c. Berapa jumlah pendapatan per kapita?
d. Apa ada perusahaan asuransi jiwa di kota Metro?
e. Bagaimana pengetahuan penduduk tentang asuransi jiwa?
f. Apakah pernah dilakukan penelitian tentang asuransi jiwa di kota Metro?
g. Apakah pernah dilakukan pemasaran asuransi jiwa melalui penyuluhan
kepada penduduk kota Metro?
h. Dan seterusnya sesuai dengan tujuan penelitian.
Berdasarkan jawaban pertanyaan-pertanyaan tersebut, dan hasil analisis
dapat disimpulkan apakah cukup potensial atau tidak membuka cabang asuransi
jiwa di kota Metro. Hasil penelitian eksploratori tersebut dijadikan masukan bagi
manajemen kantor pusat perusahaan asuransi jiwa untuk mengambil keputusan
apakah patut membuka kantor cabang asuransi jiwa di kota Metro.
1.2 Penelitian Deskriptif
Penelitian deskriptif bersifat pemaparan dan bertujuan untuk memperoleh
gambaran (deskripsi) lengkap tentang keberadaan komunitas tertentu yang
berdiam di tempat tertentu, atau mengenai gejala sosial tertentu, atau peristiwa
hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat. Pada penelitian tipe ini, peneliti
biasanya sudah memperoleh data awal atau mempunyai pengetahuan awal
Page 16
16
tentang masalah yang akan diteliti. Pada penelitian deskriptif, seorang peneliti
sudah biasa menggunakan teori atau hipotesis. Contoh penelitian deskriptif yang
akan diperoleh paparannya adalah mengenai: “Kesadaran hukum masyarakat
pengguna jalan raya terhadap ketertiban lalu lintas di Kota Bandar Lampung”.
Masalah yang dapat dikemukakan adalah: Faktor-faktor apakah yang menyebab-
kan tingginya angka kecelakaan lalu lintas angkutan kota di Bandar lampung?
Dugaan yang dapat diperkirakan sebagai penyebab tingginya angka
kecelakaan lalu lintas angkutan kota adalah faktor pengemudi angkot, pejalan
kaki, pedagang kaki lima, petugas parkir, yang tingkat kesadaran hukumnya
rendah, dan faktor sarana lalu lintas yang tidak sempurna di kota Bandar
Lampung. Apa benar demikian? Fokus penelitian adalah pada kesadaran hukum
pengemudi angkot, pejalan kaki, pedagang K5, petugas parkir, dan sarana lalu
lintas (luas jalan, pembatas jalan, trayek angkot, rambu-rambu lalu lintas, fasilitas
parkir, sebra cross, jembatan penyeberangan). Lokasi penelitian di kota Bandar
Lampung. Faktor-faktor yang akan diungkapkan adalah faktor objektif (sarana
lalu lintas), dan faktor subjektif (manusia pengguna jalan raya).
Faktor objektif yang dapat diungkapkan meliputi:
a. Jalan dilengkapi/tidak dilengkapi dengan rambu-rambu lalu lintas.
b. Berfungsi/tidak berfungsinya rambu-rambu lalu lintas.
c. Jalan memakai pembatas/tidak memakai pembatas.
d. Jalan dijadikan/tidak dijadikan tempat parker.
e. Jalan ditempati/tidak ditempati oleh pedagang kaki lima.
f. Jalan dilengkapi/tidak dilengkapi tempat penyeberangan khusus;
g. Trayek angkot ditentukan/tidak ditentukan, padat/tidak padat.
Faktor subjektif yang dapat diungkapkan meliputi:
a. Tingkat pendidikan
b. Pengetahuan tentang peraturan lalu lintas (UU No.14 Tahun 1992).
c. Pengetahuan persyaratan teknis kendaraan bermotor.
d. Lama pengalaman jadi supir angkot.
e. Cara memperoleh SIM.
f. Angkot milik sendiri atau pengusaha.
g. Sistem penegakan hukum lalu lintas.
Gambaran atau paparan yang diperoleh berdasarkan faktor-faktor yang
diungkapkan tadi akan menentukan tinggi/rendah tingkat kesadaran hukum
pengguna jalan raya dan keefektifan sarana lalu lintas di kota Bandar Lampung,
sehingga pelaksanaan lalu lintas menjadi semrawut/tidak semrawut. Menurut
teori sosiologi hukum lalu lintas, makin tinggi kesadaran hukum pengguna jalan
raya, makin sempurna sarana lalu lintas, makin kecil kemungkinan terjadi
kecelakaan lalu lintas. Sebaliknya, makin rendah kesadaran hukum pengguna
jalan raya, makin tidak sempurna sarana lalu lintas, makin besar kemungkinan
terjadi kecelakaan lalu lintas. Hipotesis yang dapat dirumuskan adalah: “Makin
rendah kesadaran hukum pengguna jalan raya dan makin tidak sempurna sarana
lalu lintas, makin tinggi angka kecelakaan lalu lintas”.
Page 17
17
1.3 Penelitian Eksplanatori
Penelitian eksplanatori bersifat penjelasan dan bertujuan untuk menguji
suatu teori atau hipotesis guna memperkuat atau bahkan menolak teori atau
hipotesis hasil penelitian yang sudah ada. Contoh penelitian eksplanatori bidang
hukum keluarga adalah mengenai: “Pengaruh kesejahteraan rumah tangga
terhadap kenakalan remaja”. Hipotesis yang akan diuji misalnya adalah “Makin
sejahtera kehidupan rumah tangga, makin rendah tingkat kenakalan remaja”.
Ternyata hasil penelitian hukum keluarga menunjukkan pengaruh negatrif yang
signifikan, berarti hipotesis itu tidak benar, harus ditolak. Kehidupan rumah
tangga masyarakat umumnya sudah sejahtera, namun tingkat kenakalan remaja
masih tinggi, ini berarti ada variabel lain yang menjadi penyebab kenakalan
remaja, tetapi luput dari penelitian, misalnya faktor siaran televisi atau bacaan
tidak mendidik (porno, kekerasan, kekejaman).
E. LANGKAH-LANGKAH PENELITIAN SOSIAL
Walaupun bidang ilmu sosial berbeda satu sama lainnya, tidak berarti
penelitiannya akan berbeda sama sekali antara satu sama lain. Langkah-
langkah yang akan ditempuh selalu mempunyai kesamaan. Langkah-langkah
penelitian sosial paling tidak adalah sebagai berikut.
1. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dapat diartikan sebagai suatu pernyataan yang
lengkap dan rinci mengenai ruang lingkup masalah yang akan diteliti
berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah. Rumusan masalah dapat
dibuat dalam bentuk kalimat tanya atau kalimat pernyataan, sekhusus mungkin
tetapi tetap mencerminkan adanya hubungan antara berbagai variabel. Rumusan
masalah yang jelas akan menghindari pengumpulan data yang tidak perlu,
sehingga dapat menghemat biaya, waktu, dan tenaga. Penelitian akan lebih
terarah pada tujuan yang ingin dicapai. Para ilmuan mengatakan: Masalah yang
dirumuskan dengan baik berarti setengah dari kegiatan penelitian sudah selesai.
Adapun contoh rumusan masalah, antara lain mengenai pembagian harta
bersama akibat perceraian suami dan istri adalah sebagai berikut:
“Sistem pembagian manakah yang dianggap cocok untuk dijadikan dasar
pembagian harta bersama akibat perceraian antara suami dan istri” di daerah
Lampung? Mengapa sistem pembagian yang dijadikan masalah? Karena hukum
waris yang berlaku di Indonesia masih pluralistis, ada yang mengikuti ketentuan
KUHPdt, ada yang mengikuti ketentuan hukum adat, dan ada yang mengikuti
ketentuan hukum Islam. Dalam rumusan masalah tersebut terdapat beberapa
faktor yang termasuk dalam lingkup masalah, yaitu:
a. perceraian suami istri (sebab);
b. pembagian harta bersama (akibat);
c. sistem pembagian yang dianggap cocok (instrumen).
d. daerah Lampung (lokasi penelitian).
Page 18
18
2. Strategi Penelitian (Pendekatan Masalah)
Setiap bidang ilmu mempunyai karakteristik penelitiannya masing-masing,
termasuk juga ilmu-ilmu sosial. Khusus mengenai strategi penelitian (pendekatan
masalah) sangat tergantung pada jenis penelitian. Pendekatan masalah adalah
proses penyelesaian atau mencari solusi yang efektif dan efisien terhadap
masalah penelitian yang telah dirumuskan sehingga mencapai tujuan yang telah
ditentukan. Dalam ilmu sosial dikenal tiga jenis penelitian, yaitu penelitian
normatif, penelitian terapan, dan penelitian empiris.
2.1 Penelitian Normatif
Pada penelitian normatif, pendekatan masalah yang dapat digunakan
umumnya adalah content analysis approach. Untuk menggunakan content
analysis approach, peneliti lebih dahulu telah merumuskan masalah dan tujuan
penelitian. Masalah dan tujuan penelitian perlu dirumuskan secara rinci, jelas,
akurat. Makin rinci, jelas, dan akurat rumusan masalah, makin jelas, luas, dan
pasti tujuan yang akan dicapai.
Dalam konteks penelitian normatif, ada tiga tipe pendekatan content
analysis, yaitu:
a. Pendekatan eksploratori (exploratory approach)
Pendekatan tipe ini adalah tingkatan pertama dan sederhana yang
digunakan peneliti dalam content analysis approach. Pada tipe ini, peneliti ber-
tujuan untuk memperoleh data awal melalui kegiatan penjelajahan (exploration)
terhadap objek penelitian. Di sini peneliti belum memiliki data/informasi sama
sekali mengenai objek penelitian. Untuk memperoleh data/informasi awal itu,
peneliti menyusun daftar pertanyaan penuntun (bukan rumusan masalah) sesuai
dengan kebutuhan. Jawaban yang diperoleh atas pertanyaan penuntun dalam
penjelajahan, kemudian disusun secara lengkap, rinci, dan sistematis sebagai
data/informasi awal untuk pengambilan keputusan.
b. Pendekatan tinjauan/ulasan (review approach)
Pendekatan tipe ini adalah tingkatan kedua yang digunakan peneliti dalam
content analysis approach. Pada tipe ini, peneliti bertujuan untuk memperoleh
gambaran lengkap, rinci, jelas, dan sistematis tentang beberapa aspek normatif
yang dibahas atau diulas. Pada tipe ini, peneliti melakukan tinjauan dari berbagai
aspek filosofis, sosiologis, yuridis, guna mengungkapkan ketidaksempurnaan,
kelemahan, kekurangan, kecerobohan, kerugian, mudharat dari ketentuan acuan
normatif yang menjadi objek penelitian. Ketidaksempurnaan tersebut akan
menghambat pembangunan, merugikan kepentingan masyarakat, pihak-pihak,
bahkan negara.
c. Pendekatan analisis komprehensif (comprehensive analysis)
Pendekatan tipe ini adalah tingkatan ketiga dan tertinggi serta lebih
lengkap dan rinci dalam content analysis approach dibandingkan dengan tipe
review approach. Pada tipe ke-3 ini, peneliti mengungkapkan tidak hanya segi
ketidaksempurnaan, tetapi juga segi keunggulan, dan sekaligus menunjukkan
solusi terbaik dan tepat yang perlu dilakukan oleh tokoh masyarakat atau
Page 19
19
pembuat undang-undang, atau pengambil keputusan. Pendekatan compre-
hensive analysis adalah tipe analisis yang paling berbobot dari segi akademik
dan teknik perundang-undangan.
2.2 Penelitian Terapan
Pada penelitian terapan, pendekatan masalah yang dapat digunakan
adalah applied approach. Untuk menggunakan applied approach, peneliti lebih
dahulu telah merumuskan masalah dan tujuan penelitian serta langkah-langkah
yang akan ditempuh. Makin rinci, jelas, dan akurat rumusan masalah, makin
jelas, luas, dan pasti tujuan yang akan dicapai berdasarkan langkah-langkah
yang ditempuh dalam penelitian terapan. Rumusan masalah dan tujuan
penelitian dijadikan dasar pengumpulan, pengolahan, dan analisis data serta
dasar pembuatan sistematika hasil penelitian terapan. Analisis data dilakukan
secara kualitatif, komprehensif, dan lengkap, sehingga menghasilkan produk
penelitian terapan yang lebih sempurna.
3. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian sosial pada dasarnya merupakan uraian singkat
tentang kerangka penelitian yang akan dilakukan. Rancangan penelitian sangat
penting bagi seorang peneliti, di samping berisikan garis-garis besar
pelaksanaan penelitian, juga dapat menjadi sarana untuk memperoleh dana
pembiayaan dari pihak lain. Dilihat dari segi sistematika isi dan format rancangan
penelitian, dalam praktiknya tidak ada keseragaman. Kadang-kadang tergantung
juga pada lembaga, instansi, atau institusi masing-masing atau pihak pemberi
dana. Pada perguruan tinggi tertentu biasanya telah ditetapkan sistematika dan
format berdasarkan buku pedoman yang telah disepakati. Biasanya rancangan
penelitian sosial diwujudkan dalam bentuk proposal penelitian (research
proposal).
4. Observasi dan Wawancara
Observasi adalah kegiatan yang dilakukan di lokasi penelitian. Ada dua
jenis observasi, yaitu observasi prapenelitian berupa peninjauan di lapangan,
penjajagan awal mengenai segala hal yang berhubungan dengan penyusunan
rancangan penelitian dan kemungkinan memperoleh data yang diperlukan.
Selain itu, observasi merupakan kegiatan pengumpulan data di lokasi penelitian
dengan berpedoman pada alat pengumpul data yang sudah disiapkan lebih
dahulu. Alat pengumpul data di lapangan dibuat berdasarkan rancangan
penelitian. Penyusunan alat pengumpul data dilakukan dengan teliti karena
menjadi pedoman pengumpulan data yang diperlukan. Selain observasi, alat
pengumpul data biasanya berbentuk kuesioner, baik tertutup maupun terbuka,
dan pedoman wawancara.
Page 20
20
5. Pengolahan dan Analisis Data
Apabila data sudah terkumpul, maka langkah selanjutnya adalah meng-
olah dan menganalisis data. Langkah ini sangat penting dalam penelitian sosial.
Apabila kurang dipahami dan tidak dikerjakan dengan sungguh sungguh, maka
hasil penelitian kurang memuaskan. Terhadap data yang sudah terkumpul dan
diolah, peneliti segera menetapkan analisis apa yang sekiranya dapat dilakukan,
analisis kualitatif, atau kuantitatif, atau kedua duanya. Pada tahap analisis data,
secara nyata kemampuan metodologis peneliti diuji karena pada tahap ini
ketelitian dan pencurahan daya pikir diperlukan secara optimal. Di sini diperlukan
ketajaman berpikir. Apabila analisis data yang dilakukan tidak sesuai dengan tipe
dan tujuan penelitian serta karakteristik data yang terkumpul, maka akibatnya
sangat fatal.
Apabila data yang terkumpul kebanyakan bersifat pengukuran (berupa
angka angka), maka analisis dilakukan secara kuantitatif. Tetapi apabila sulit
diukur dengan angka, maka analisis data dilakukan secara kualitatif. Pada
penelitian sosial umumnya seringkali digunakan analisis kualitatif. Data yang
sudah dianalisis dibuat dalam bentuk laporan penelitian. Mengapa penelitian
sosial seringkali menggunakan analisis kualitatif? Menurut Bambang Waluyo,
analisis kualitatif digunakan apabila:
a. Data yang terkumpul tidak berupa angka yang dapat diukur.
b. Data yang terkumpul sukar diukur dengan angka.
c. Hubungan antar variabel tidak jelas.
d. Sampel lebih bersifat nonprobabilitas.
e. Pengumpulan data menggunakan pedoman wawancara dan observasi.
f. Penggunaan teori sosial yang relevan sangat diperlukan.
g. Penggunaan analisis kualitatif sangat tepat pada penelitian eksploratory,
deskriptif, dan normatif. 17
Analisis kuantitatif baru digunakan apabila data yang diperoleh menunjuk-
kan hal-hal seperti berikut:
a. Data berupa gejala yang terdiri dari angka-angka.
b. Sampel diambil dengan metode yang cermat dan teliti.
c. Pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner tertutup.
d. Hubungan antar variabel sangat jelas.
e. Peneliti harus menguasai teori yang relevan
Analisis kuantitatif lebih banyak digunakan pada penelitian eksplanatori. Tetapi
pada penelitian deskriptif, analisis kualitatif dan kuantitatif dapat digunakan
bersama-sama.
6. Penulisan Laporan Penelitian
Laporan penelitian merupakan hasil penyajian data yang sudah diolah dan
17 Bambang Waluyo. 1991. Op. Cit. hlm.48
Page 21
21
dianalisis ke dalam bentuk suatu karya tulis ilmiah. Penulisan laporan penelitian
merupakan kerja terberat bagi peneliti. Peneliti diuji kemampuannya menulis
karya ilmiah dengan menggunakan bahasa, kaidah penulisan ilmiah, sistematika
isi, dan format yang baik dan benar sesuai dengan pedoman penulisan karya
ilmiah. Penulisan laporan penelitian memerlukan keahlian tersendiri. Melalui
penulisan laporan penelitian akan diketahui kemampuan ilmiah peneliti paling
sedikit meliputi empat aspek kemampuan berikut ini:
a. Kemampuan menerapkan teori yang relevan.
b. Kemampuan menerapkan metode penelitian yang tepat.
c. Kemampuan membuat sistematika dan format laporan.
d. Kemampuan menggunakan bahasa yang baik dan benar.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 1993. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek.
Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.
Bachtiar, Harsja. 1981. Penggolongan Ilmu Pengetahuan. Depdikbud. Jakarta.
Dirdjosisworo, Soedjono. 1998. Pengantar Ilmu Hukum. Penerbit Rajawali.
Jakarta.
Huijbers, Theo. 1995. Filsafat Hukum. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Muhammad, Abdulkadir. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. Penerbit Citra
Aditya Bakti. Bandung.
Koentjaraningrat, Ed. 1983. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Penerbit
Gramedia. Jakarta.
Musa, Mohammad dan Titi Nurfitri. 1988. Metodologi Penelitian. Penerbit Fajar
Agung. Jakarta
Nazir, Mohammad. 1985. Metode Penelitian. Penerbit Ghalia Indonesia. Jakarta.
Soekanto, Soerjono. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. Penerbit Universitas
Indonesia Press. Jakarta.
Vredenbregt, J. 1981. Metode dan Teknik Penelitian Masyarakat. Penerbit
Gramedia. Jakarta.
Waluyo, Bambang. 1991. Penelitian Hukum Dalam Praktik. Penerbit Sinar
Grafika. Jakarta.
Yin, Robert K. 1989. Case Study Research : Design and Methods. SAGE
Publications Inc. California, London, New Delhi