Jumat, 25 Desember 2009

Pengaruh Iklan Wings

Grup Wings (GW) seharusnya tidak lagi malu-malu atau ngumpet di belakang layar. Kemenangannya lagi (yang spektakuler) menggerogoti pasar mi instan Indofood lewat Mie Sedaap saat ini, bukan kisah memalukan dan layak disembunyikan rapat-rapat. Ini justru kasus menarik untuk diikuti. Banyak kalangan -- terutama di kampus-kampus -- belakangan ramai mendiskusikannya. Bakalkah Wings menghajar raksasa makanan Indofood, setelah membuat kalang kabut raksasa toiletries Unilever? Mengapa Wings senang dan menikmati berhadapan dengan market leader? Mengapa Wings selalu masuk pasar yang sudah besar? Apa kiat sukses Wings? Bagaimana masa depan Wings? Dan sederet pertanyaan lainnya.

Debut Mie Sedaap yang melesat tinggi memang di luar perkiraan.. Belum setahun diluncurkan (April 2003), sudah berhasil mengambil 12% pangsa pasar Indofood. Jika total pasar mi instan Rp 8 triliun/tahun -- 90% di antaranya dikuasai Indofood -- berarti Wings telah menguasai Rp 864 miliar. Angka yang sangat fantastis untuk ukuran produk baru. ?Padahal kami hanya memanfaatkan pasar yang masih terbuka lebar. Tapi, kalau sambutan pasar bagus sekali, sayang tidak di-maintain,? kata Rudy Bonardy, Manajer Merchandise & Promosi GW.

Wings pasti tidak sekadar coba-coba dalam mengembangkan Mie Sedaap ini. Ia tentu sudah berpikir serius bagaimana merangsek ke industri makanan dan sekaligus menghadapi Indofood. Wings menyadari tidak mudah menembus benteng pertahanan Indofood yang citra produknya Indomie sudah sangat bagus. Makanya, untuk mendapatkan hasil maksimal, menurut Rudy, Wings membutuhkan waktu lebih dari dua tahun untuk melakukan riset hingga menemukan formula rasa yang pas dan berbeda dari yang sudah ada. Begitu pula untuk menggodok konsep produk, program komunikasi dan pemasaran, menurut Bambang K. Kusumo Husodo, Pengarah Kreatif (Creative Director) Bintang Pratama yang banyak menangani iklan GW, memakan waktu hampir satu tahun. ?Mie Sedaap sengaja masuk pasar menengah-bawah, tapi menawarkan kualitas istimewa,? papar Bambang tentang Mie Sedaap yang dijual dengan harga murah, Rp 625-Rp 750 /bungkus.

Dengan strategi promosi yang agresif dan kampanye iklan provokatif -- yang menurut data Nielsen Media Research menghabiskan anggaran iklan sekitar Rp 56,17 miliar -- permintaan Mie Sedaap terus mengalir deras. Karena banyaknya permintaan, Wings sempat kewalahan hingga hanya bisa memenuhi 10% dari order pengecer dan toko. Namun, kondisi itu sudah diperbaiki. Selain kini sudah menambah mesin, Wings juga menambah kapasitas produksi di dua pabrik Gresik (Surabaya) dan Seroja (Bekasi). Dari segi produk pun, kini sudah disiapkan lima varian rasa baru yang siap diluncurkan ke pasar , melengkapi tiga varian rasa yang terdahulu. ?Tunggu saja, masih banyak gebrakan Wings di sektor makanan mi instan,? ujar Bambang.

Reaksi pesaing, Indofood, bisa diduga: kebakaran jenggot. Demi mempertahankan superioritasnya, ia bahkan nekat meluncurkan tiga fighting brand sekaligus: Mie Sayaaap, Sarimi dan SuperMi Sedaaap. Ketiganya diluncurkan dengan niat membenturkan diri dengan Mie Sedaap. Mie Sayaaap, misalnya, dibuat dengan nama yang kedengarannya sangat mirip. Lalu muncul Sarimi yang ditambah ekstra bawang goreng mirip Mie Sedaap yang juga menjual keunggulan bawang goreng. Terakhir, lahir SuperMi untuk memperkuat pasukan penggempur Mie Sedaap. Kemasan SuperMi ini dipermak habis hingga menyerupai kemasan Mie Sedaap. Di bawah tulisan SuperMi kemasan baru, dipasang kata ?Sedaaap? yang bentuk font-nya persis Mie Sedaap.

Akhirnya, pertarungan frontal tak bisa dihindari lagi. Meskipun E. William Katuari dan Freddy I Katuari, CEO GW mengatakan kepada SWA, tidak ingin saling menggigit dan lebih suka dengan sharing pertumbuhan, reaksi Indofood tidak bisa dicegah. ?Sejak awal kami tidak bermaksud menggoyang pasar,? William menegaskan. Alasannya, bila terlalu menggoyang pasar, akan timbul reaksi dan mengakibatkan kolaps. ?Lebih enak masuk pasar dengan smooth,? ungkap William mengenai strateginya.

Prinsip bergerak mulus dan hati-hati ini memang selalu diterapkan Wings dalam menggarap pasar consumer goods di Indonesia. Lihat saja, Wings tidak pernah bersikap frontal terhadap pemimpin pasar. Bahkan untuk menghindari perang frontal, ia tidak pernah menempatkan produknya sebagai pemimpin pasar. ?Tidak ada satu pun produknya yang menunjukkan diri sebagai produk perintis,? ungkap Simon Jonathan, CEO Brandmaker. Wings, menurut Simon, hanya mengikuti dan memproduksi produk yang sudah ada di pasar. Meskipun umumnya perusahaan ingin produknya dianggap sebagai inovator yang first in the mind dan first in the market, Wings berbeda. Ia justru merasa nyaman dan aman jika mengekor apa yang sudah ada di pasar.

Bagi Wings, pilihan itu sangat menguntungkan. Ia bisa aman dan bergerak bebas tanpa khawatir mendapat sorotan dan perhatian pesaing. Makanya, kebanyakan pesaing Wings selalu terlambat menyadari kehadirannya. Rinso (Unilever) mulai tergagap-gagap ketika So Klin sudah merajalela dengan membagi hadiah piring dan gelas. Begitu pula Surf (Unilever) yang ketinggalan kereta dari Daia. Molto juga baru terbangun dari tidur nyenyaknya, setelah So Klin Pewangi sudah ke mana-mana dengan Agnes Monicanya.

Namun di pihak lain, cara diam-diam itu bisa berdampak negatif. Wings lalu dipersepsikan sebagai produk me too. Produknya dianggap ikut-ikutan Malah, ada kesan, Wings memang memilih menjadi follower. Ia tidak takut dipersepsikan sebagai perusahaan me too. Simon menilai, hal itu karena Wings sadar dan rasional menjadi perusahaan me too.

Baik William maupun Freddy mengelak jika produk-produknya tergolong me too. ?Lho, mana bisa? Kami tidak pernah bikin produk tanpa plus,? tukas William. Menurutnya, Wings selalu memberi unsur baru. Sumber SWA yang bekerja di bagian intelijen pemasaran membenarkan pernyataan William. Menurutnya, Wings memang selalu menambahkan unsur atau komposisi tambahan baru, tapi hal itu berangkat dari formulai yang sama. ?Bolehlah disebut better me too,? katanya sambil tertawa.

Sumber SWA ini mengatakan, proses peniruan yang dilakukan Wings tergolong hebat, yakni melalui proses scanning. Biasanya, seluruh produk yang ada di pasar sudah di scan. Bahkan, untuk produk-produk baru yang masih terdaftar di Deperindag pun Wings sudah punya bahan dan formulanya. ?Mereka mirip CIA,? katanya sambil tertawa. Dari hasil scanning itu, Wings mempersiapkan formula tambahan yang digunakan untuk daya saing membedakan. Contohnya, Smile Up (Lionindo) vs. Close Up (Unilever). Untuk membedakan dari pesaing, Smile Up menambahkan zat pemutih dan antibakteri yang belum dipakai Unilever.

Apa pun caranya, menurut Darmadi Durianto, pengamat pemasaran yang juga pengajar di IBII menilai sebagai keunggulan kompetensi Wings. Ia menganggap, strategi imitasi sah-sah saja, toh Wings selalu menambahkan diferensiasi pada produk. ?Cara Wings ini kombinasi antara me too marketing dengan creative marketing strategy,? ungkapnya.

Bambang dari Bintang Pratama, bisa memahami pandangan orang tentang kliennya yang dipersersepsi sebagai pengikut dan menghasilkan produk-produk me too. Menurutnya, anggapan itu, bisa ya dan bisa tidak. Iya, karena memang sebagian besar produk yang ada di tengah pasar mirip dengan produk yang sudah ada dan memimpin lebih dahulu di pasar. Namun, bisa juga dikatakan tidak karena produk-produk Wings terbukti mempunyai keunggulan lain yang tidak dimiliki pesaing. Produk-produk ini terbukti mampu bicara di pasar, bahkan tidak jarang Wings memelopori kehadiran produk baru lebih dulu.

Misalnya, ketika ibu rumah tangga mulai gelisah karena harga detergen terus membubung tinggi, dari semula cuma Rp 2.500 / kg bergerak naik menjadi Rp 10.000/kg di masa krisis pertengahan 1998, Wings datang mengeluarkan detergen baru Daia dengan harga Rp 7.000/kg. Kontan saja, para ibu yang pada waktu itu benar-benar tercekik oleh lonjakan harga kebutuhan pokok yang meroket tanpa kendali, menyambut gembira. Daia diserbu pembeli. Dalam hitungan bulan, Daia langsung meninggalkan Rinso (Unilever) ataupun saudara tuanya, So Klin hingga hasil audit ritel SRI ACNielsen menunjukkan, Daia meraih 30% pangsa pasar, sementara Rinso dan So Klin masing-masing cuma 20% .

Tidak seperti sangkaan orang cuma bisa meniru, di sini Wings justru memelopori lahirnya detergen murah. Wings bereaksi cerdik tatkala melihat Rinso ataupun So Klin meninggalkan pasar kisaran harga Rp 7.000-an, sementara produk menengah semacam Surf pun belum ada. Dari hasil memelototi pasar, Wings melihat daya beli masyarakat merosot, sehingga perlu detergen murah. ?Ada peluang pasar yang ditinggalkan dua merek itu,? ungkap Bambang yang mengikuti kelahiran Daia. Karena keputusannya berlangsung cepat, persiapan pembuatan iklan dan promosinya pun cukup mendadak. ?Kami cuma diberi waktu satu bulan mulai produksi hingga iklan ditayangkan,? lanjut Bambang yang menganggap iklan Daia sangat mengesankan. ?Ada faktor emosional yang terlibat di dalamnya,? ungkap Bambang yang bangga menciptakan slogan citra (tag line): Pakai Daia, lupakan yang lain -- yang menggigit.

Iklan?iklan GW yang sebagian besar (75%) diserahkan ke biro iklan DM Pratama, sisanya ke FCB untuk produk?produk aliansi dengan Lion Corporations, seperti Ciptadent, Smile Up, Kodomo, serta Matari Advertising untuk iklan Fresh dan So Klin Pembersih Lantai, memegang peran kunci dalam pengembangan produk. Dikatakan Simon, gaya iklan Wings selalu bicara mengacu langsung pada produknya dan memacu orang dengan cepat membeli produk itu. Dengan frekuensi tayang di media elektronik, baik teve maupun radio serta billboard yang sangat tinggi, memancing orang suka atau tidak suka pada produk itu akhirnya memutuskan membeli. ?Promosi yang gencar itu menimbulkan efek psikologis bagi konsumen bersikap impuls buying,? papar Simon.

Bambang mengakui, tipikal beriklan GW memang ingin produknya dapat diminati, dicoba, dibeli dan bahkan diloyali. Pertimbangannya, agar dapat tampil beda dari pesaing utama. Selain itu, ia menyadari, sudah ada produk pemimpin yang memiliki citra kuat di pasar. ?Kalau kami ikut-ikutan membangun citra, konsumen akan sulit mengingatnya,? demikian alasannya.

Dengan objektif komunikasi seperti itu, menurut Bambang, hasilnya memang bukan iklan yang bisa memberikan penghargaan Citra Pariwara. Karakter iklan-iklannya cenderung lugas dan komunikatif. ?Seperti keinginan klien (GW), mereka menghendaki iklan yang mudah dikenal dan dimengerti konsumen,? kata Bambang yang sering berhubungan dengan F. Henry Katuari, Direktur PT Sayap Mas Utama yang bertanggung jawab di bidang promosi dan pemasaran.

Di mata Bambang, Henry memiliki insting tajam dalam membaca dan memprediksi kondisi pasar. Ia bisa tahu (biasanya tepat), jika sebuah produk dan iklan akan direspons positif atau sebaliknya oleh pasar. Kerja sama ini semakin enak karena Henry bekerja cepat dan tidak menyukai formalitas. Banyak keputusan penting yang segera dituntaskan, termasuk dalam eksekusi iklan. Seperti ketika meluncurkan So Klin MB, hanya membutuhkan waktu 10 menit dari ide pembuatan iklan hingga akhirnya disetujui. ?Beliau cuma bilang, tolong buatin iklan So Klin yang saya jual dengan harga Rp 500. Cari model iklan yang lucu dan spontan,? kata Bambang menirukan. Dari permintaan lisan itu, diterjemahkan dalam So Klin MB yang berarti: Mutunya Bagus, Murah Barangnya, Mencuci Bersih, dan Mencuci Banyak, dengan menggunakan bintang iklan Omas (komedian). ?Pak Henry langsung setuju dengan usulan kami,? Bambang teringat Pak Henry sejak awal yakin produk itu akan sukses. ?Eh, ternyata benar juga dugaannya,? lanjut Bambang.

Kecepatan membuat keputusan menjadi kekuatan GW yang sulit ditandingi. Institusi besar ini, dalam pandangan Liza Felicia Wulandari, Direktur The Advisory, memiliki sistem organisasi dan pola kerja yang sangat fleksibel, sehingga memungkinkan mengambil keputusan-keputusan penting dalam waktu singkat.

Sistem organisasi yang fleksibel ini sulit dijumpai di perusahaan multinasional Unilever atau perusahaan nasional Indofood, sekalipun. Pasalnya, sistem ini cenderung mengingkari struktur organisasi vertikal, dan menghilangkan jenjang birokrasi yang cenderung berbelit-belit. Pada Wings, setiap posisi direktur, memiliki kewenangan yang sama untuk membuat keputusan penting menyangkut operasional perusahaan sehari-hari. Sementara itu, para board of director yang terdiri atas keluarga dan beberapa profesional -- jumlahnya diperkirakan 12 orang -- lebih berurusan dengan keputusan strategis jangka panjang. ? Tidak ada one man show. Setiap keputusan hasil dari teamwork,? sanggah William, bahwa tidak ada dominasi di tubuh GW.

Selain fleksibel, organisasi perusahaan Wings juga sederhana. Simon melihat, dengan penampilan yang sederhana itu dapat mengefisienkan biaya produksi sehingga dapat menjual dengan harga murah -- isu sangat menarik pada Wings. Secara umum, Wings memang tidak pernah meluncurkan produk-produk premium dengan harga premium. Ia selalu memasang harga di bawah pemimpin pasar . Apalagi produk Wings menyasar pasar menengah-bawah, sehingga harga yang ditawarkan pun cenderung murah.

Simon mengatakan, strategi harga Wings ini jitu karena ia masuk ke target pasar ibu rumah tangga yang sangat memperhatikan harga jual produk. ?Buat apa beli barang mahal harganya, jika ada barang kualitas hampir sama dijual dengan harga murah,? demikian sering diungkapkan ibu-ibu. Dalam hal ini, Wings jitu memosisikan produk dan harga untuk target sasarannya. Di lain pihak, Darmadi melihat, strategi ini merupakan cara cerdik Wings guna memberikan value lebih besar kepada konsumen. Wings masuk dengan harga lebih murah dari pemimpin pasar, tetapi sengaja mempersepsikan sama ? bahkan lebih ? kualitasnya dari pemimpin pasar. ?Dengan begitu, perceived value Wings sangat tinggi,? paparnya. Liza menambahkan, Wings tahu persis bagaimana memanfaatkan komposisi biaya yang diwujudkan dalam bentuk harga. ?Jadi, ia memiliki kemampuan dalam menerapkan pricing policy, sehingga harga produknya bisa terjangkau masyarakat,? tutur Liza.

Ada asumsi lain, karena Wings menguasai bahan baku dan bahan setengah jadi untuk bahan dasar sabun dan detergen, sehingga ia bisa menawarkan harga lebih murah. ?GW main di spread margin. Karena beban produknya rendah, otomatis marginnya bisa lebih tinggi,? ungkap sumber SWA. Malah, menurutnya, Wings menancapkan komitmen: produk-produknya harus yang termurah.

William menyangkal jika dukungan industri hulu menjadikan harga jual produknya murah. Menurutnya, antara industri hulu dengan harga jual tidak saling berhubungan. Masing-masing unit usaha memiliki aturan main sendiri, termasuk dalam penjualan produk dan mencari profit sendiri. Tidak mungkin terjadi komitmen khusus, karena tidak akan membuat perusahaan itu kompetitif. Selain itu, William melihat, monopoli akan membuat perusahaan tidak efisien. ?Kalau ada keyakinan, toh produknya pasti dibeli, ah itu kan mati,? ia menandaskan.

Soal harga murah, William menegaskan, pasti Wings tidak menjual rugi. ?Yang penting kami bisa survive, menjual produk lebih baik dengan harga yang terjangkau,? ujar William, dan menurut dia, dalam perkembangannya, sebenarnya harga jual produk Wings hampir sama dengan pesaing utama. Bahkan, tidak jarang harga per bungkusnya bisa lebih mahal. Namun, jika dihitung dari per wash?nya, William meyakini, pasti lebih murah. ?Sayangnya hal itu tidak dipahami banyak orang,? katanya.

Freddy melihat kecenderungan konsumen sekarang sangat kritis. Mereka selain menghendaki harga murah, juga menuntut kualitas baik. Hal ini, menurutnya, membuat Wings harus hati-hati menyikapi keinginan mereka. Wings harus dapat membaca tren yang berkembang di pasar dan mampu membaca dinamika yang terjadi di sana. Sebab, bagi Wings, konsumen adalah segala-galanya. Prinsip ini disampaikan William. Menurutnya, apa yang dicapai Wings saat ini karena tiga hal. Pertama, karena Wings tahu apa yang dikehendaki konsumen. Untuk bisa tahu, William mengaku, harus turun ke lapangan. Meskipun sudah mencapai posisi seperti sekarang, ia tidak segan-segan turun ke kali untuk melihat kebiasaan mandi dan mencuci masyarakat . ?Itu sikap paling penting yang harus dimiliki Wings,? ujarnya.

Kedua, Wings harus tahu bagaimana memenuhi kehendak konsumen. Caranya, harus ada pengembangan produk yang kuat dan inovasi produk. Ketiga, Wings harus paham teknologi. Yang dimaksudkan, teknologi baru yang berkembang di dunia toiletries ataupun aplikasinya. Contohnya, di luar negeri banyak detergen dicampur dengan bleach, sedangkan di Indonesia bleach selalu dipisah karena bisa rusak. Sudah lebih dari 6 tahun ini William melakukan riset bagaimana menstabilkan bleach agar tidak rusak. ?Tapi sampai sekarang belum ketemu caranya,? ujarnya terus terang.

Teknologi lain yang dikuasai Wings dan menjadi kekuatannya, menurut sumber SWA, teknologi parfum yang disertakan dalam sabun ataupun detergen. Pasalnya, Wings memiliki pakar parfum, Fifi Sutanto yang secara khusus belajar mengenai parfum di Prancis. Sumber SWA mengatakan, keandalan Fifi dalam memberikan aroma produk Wings sudah teruji, karena hasil survei pasar mengatakan bahwa aroma produk Wings jauh lebih disukai ketimbang produk sejenis lainnya .

Teknologi ini bisa pula termasuk teknologi distribusi. Harus diakui, sistem distribusi telah berkembang dahsyat yang mengakibatkan perubahan lanskap pasar dan pemetaaannya. Menghadapi situasi demikian, Wings tampak sangat hati-hati menyikapi. Go Siang Chen, Direktur Integrity Consulting, Surabaya, mengatakan, bahkan Wings menjadikan distribusi sebagai faktor yang bisa mengurangi harga jual. Keunggulan distribusi Wings bisa memendekkan jalur distribusi . Mata rantai distribusi Wings berjalan melalui inti (depo), diteruskan ke titik wholesaler-reatiler dan berakhir di retailer-wholesaler.

Kresnayana Yahya, Direktur Enciety, Surabaya menambahkan, dalam distribusi, Wings bisa menerobos dan eksis di pasar-pasar becek. Melalui depo-depo yang ada di hampir semua kabupaten di Pulau Jawa, titik-titik distribusi ini ditangani para pengecer lokal yang sudah memiliki ikatan emosional dengan pemiliknya. Sehingga, mereka sulit ditembus oleh produsen lain, meskipun diiming-imingi bonus ataupun hadiah.

Ciri khas perusahaan lawas yang sudah eksis puluhan tahun memang demikian. Biasanya mereka sudah bermitra puluhan tahun dengan para pengecer dan pedagang. Kesetiaan dan loyalitasnya sudah teruji dengan baik, sehingga hal ini menjadi kekuatan tersendiri bagi Wings. Praktisi distribusi perusahaan besar yang enggan disebutkan namanya mengakui, model distribusi Wings yang mampu menyentuh berbagai lapisan pedagang, merupakan kenyataan yang luar biasa dan penting. ?Tidak mudah untuk bisa menyentuh segala lapisan pedagang. Model distribusi Wings sangat merata dan intensif,? pujinya berkali-kali.

Namun, sumber SWA ini juga tidak bisa memungkiri, kesuksesan distribusi Wings, antara lain juga berkat iklan-iklannya yang merakyat dan gencar. Bagaimanapun harus diakui, jika iklan-iklan itu terus mencecar para konsumen, maka demand dengan sendirinya datang. Dengan jaringan distributor yang otomatis terbentuk dengan baik , pada akhirnya kekuatan bisa dipastikan sangat merata dan merakyat. ?Kedua strategi ini diintegrasikan sangat baik oleh Wings,? paparnya.

Iklan-iklan Wings, harus diakui, benar-benar royal. Nielsen Media Research mencatat sepanjang 2003 , setiap produk Wings, setidaknya menghabiskan anggaran belanja iklan di atas Rp 14 miliar. Daia, misalnya, membakar belanja iklan hingga Rp 58,39 miliar (2003) dan Rp 4, 6 miliar untuk dua bulan terakhir ini. Begitu pula detergen So Klin (lima varian) menghabiskan anggaran iklan Rp 124,7 miliar sepanjang 2003. Adapun So Klin Pewangi, membutuhkan biaya iklan Rp 34,14 miliar di 2003. ? Wah, kami tidak bisa komentar tentang hal ini,? kata Bambang mengenai banjir iklan di Wings. Sebuah sumber mengatakan, billing iklan DM Pratama tahun 2003 untuk produk-produk Wings mencapai lebih dari Rp 250 miliar. ?Maaf, saya tidak bisa berkomentar,? jawab Bambang ketika didesak lagi.

Yang menarik, karakter iklan?iklan Wings sangat berciri khas. Simon memastikan, iklan-iklan Wings tidak ada yang mengandalkan citra hingga menimbulkan prestise tersendiri. Gaya iklan Wings, menurut Simon, bicara benar mengacu langsung pada produk dibuat untuk siapa. Bambang tidak menyangkal pendapat itu. Menurutnya, dengan memiliki ciri khas, sudah cukup bagi Wings berkomunikasi. ?Berarti kami sudah mempunyai posisi komunikasi tersendiri di tengah pasar,? ujarnya ?Yang penting, iklan kami langsung ke sasaran target pasar untuk memakai produk kami,? lanjut Bambang. Pendekatan ini, menurutnya, berbeda dari Unilever yang sebagian besar cenderung membangun citra kuat. ?Wajarlah, produk Unilever sudah pemimpin di pasar,? komentar Bambang menunjukkan objektif komunikasi Unilever dengan GW memang berbeda.

Unilever memang berbeda dari Wings, tapi menurut Liza, strategi portofolio merek Wings tidak kalah yahud dari perusahaan multinasional ini. Dalam hal merek, Liza melihat strategi yang dikembangkan Wings jeli dan berani. Ketika suatu produk dengan merek barunya akan diluncurkan, Wings berani jorjoran secara terus-menerus melakukan brand awareness lewat iklan. Di sisi lain, ketika ekuitas mereknya dianggap sudah kuat, ia berani mengekstensifikasi merek. ?Itu terlihat pada So Klin yang terus dikembangkan sedemikian luas,? papar Liza. Strategi portofolio merek ini, menurut Liza, pada muaranya akan memberikan efisisensi dari segi biaya.

Wings tahu persis kekuatan iklan. Bahwa dengan beriklan gencar, ia akan memiliki kekuatan dan daya tarik produknya terhadap masyarakat. ?Dalam hal ini Wings sangat berani mengelola portofolio mereknya,? Liza menandaskan.

Dengan keunggulan yang dimiliki serta jurus pemasaran yang dikembangkan, tentunya Wings tidak boleh lengah. Hermawan Kartajaya menyarankan, Wings harus terus konsisten dengan apa yang telah dilakukannya. Sebagai produk challenger, ia harus tetap mempertahankan semangat dan antusiame untuk menghadapi merek-merek besar. Spirit ini, sangat dibutuhkan untuk memompa lahirnya penantang baru di dunia usaha.

Namun, satu hal yang harus diwaspadai dari sekarang adalah sumber daya untuk mendukung seluruh kegiatan itu. ?Mau tak mau, Wings membutuhklan strategic effort, bukan fisical effort, agar bisa masuk dan bersaing di tingkat yang lebih atas lagi,? Liza menyarankan.

URL : http://www.swa.co.id/swamajalah/tren/details.php?cid=1&id=66 



Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Konsumsi Minuman Ringan

Kegiatan konsumsi merupakan kegiatan yang sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Dalam kegiatan tersebut, ada beberapa faktor yang memengaruhi seorang konsumen dalam melakukan kegiatannya, baik dari dalam maupun dari luar dirinya. Salah satu faktor yang berkembang dari luar yaitu, lingkungan mikro (micro environment) dan lingkungan makro (macro environment). Lingkungan mikro terdiri dari faktor supplier, faktor perusahaan (company), faktor pesaing (competitors), faktor masyarakat (publics), faktor pelanggan (customers) dan perantara (intermediaries). Sedangkan lingkungan makro terdiri atas faktor demografis, faktor alam, faktor teknologi, faktor politik, faktor budaya, dan faktor ekonomi.

 

 Seorang pemasar perlu mengetahui populasi serta menyadari ukuran dan rata-rata pertumbuhan populasi pasar, usia distribusi, percampuran etnis, tingkat pendidikan dan faktor kunci lainnya. Salah satu contoh adalah trend demografis yang sedang berkembang di Amerika Serikat, salah satunya adalah penuaan populasi atau “the graying of America,” peningkatan keberagaman etnis dan rasial pasar konsumen, serta perubahan alami konsumsi rumah tangga. Trend ini membutuhkan para pemasar yang mampu menyesuaikan barang dan jasa mereka terhadap perbedaan segmen populasi. Di Amerika Serikat, kelompok usia lebih dari 50 tahun merupakan segmen yang paling cepat berkembang. Biro Sensus Amerika Serikat memprediksi kelompok usia 50 tahun keatas akan melebihi 96 juta orang pada tahun 2010. Kelompok tersebut akan membutuhkan perawatan kesehatan yang lebih dibanding kelompok usia dibawah mereka serta produk pharmaceutical, dan mereka juga cenderung membeli kendaraan mewah serta menghabiskan biaya liburan yang lebih mahal dibanding kelompok usia lainnya. Itu disebabkan kelompok tersebut menguasai 70 persen dari kekayaan bersih di Amerika Serikat.

 

Selanjutnya akan dibahas bagaimana faktor tersebut memengaruhi konsumsi minuman ringan. Minuman ringan merupakan salah satu produk yang mudah ditemui dimana saja dan dikonsumsi oleh jutaan orang setiap harinya didunia, disegala lapisan masyarakat. Salah satu survey* yang pernah dilakukan antara lain oleh sebuah lembaga independen (LPEM Universitas Indonesia) dan sebuah perusahaan riset pemasaran DEKA yang menunjukkan bahwa :

Pada tahun 1999, 85% dari konsumen bulanan minuman ringan mempunyai pendapatan rumah tangga rata-rata di bawah Rp 1 juta (US$ 100) per bulan. 46% diantara mereka berpenghasilan kurang dari Rp 500.000 (US$50).

72% konsumen mingguan mempunyai penghasilan rata-rata kurang dari Rp 1 juta perbulan lebih dari 40 % diantara mereka adalah pelajar karyawan paruh waktu dan para pensiunan.

Diantara konsumen mingguan, minuman ringan dikonsumsi sama seringnya dengan minuman sirup dan makanan ringan, dan jauh lebih sering dikonsumsi dibandingkan dengan es krim.

 

* sumber : Coca Cola Bottling Website

 

Survey diatas menunjukan bahwa kecenderungan masyarakat akan minuman ringan terus meningkat. Faktor yang memengaruhi peningkatan konsumsi tersebut salah satunya adalah faktor demografis. Variabel yang memengaruhi faktor demografis terhadap konsumsi minuman ringan antara lain, usia, jenis kelamin, pendapatan, jenis pekerjaan, tingkat pendidikan, faktor religius, ras dan kebangsaan.

 

Seiring dengan pertumbuhan penduduk Indonesia yang selalu meningkat setiap tahun, maka dalam sepuluh tahun mendatang diprediksi keadaan konsumsi minuman ringan pun akan terus meningkat. Saat ini, pendapatan perkapita penduduk Indonesia sebesar US$2.030 pertahun (data IMF, September 2009) dan bandingkan keadaan konsumsi minuman ringan 10 tahun yang lalu berdasarkan survey diatas dengan pendapatan perkapita rumah tangga sebesar US$1.200 pertahun mempunyai aktivitas konsumsi bulanan sebesar 85%. Mungkin bila dilihat dari segi peningkatan produksi minuman ringan akan terus meningkat yang diakibatkan oleh meningkatnya pendapatan perkapita penduduk, populasi yang semakin bertambah, serta sistem distribusi minuman ringan yang dapat ditemui dan dikonsumsi oleh semua lapisan masyarakat. Tetapi mungkin tidak dari segi persentase peningkatan produksi, karena beberapa jenis minuman ringan mempunyai komposisi yang bisa membahayakan bila dikonsumsi dalam jangka panjang.

 Dibawah ini, saya coba menyajikan analisis SWOT terhadap permasalahan diatas.Internal          Strengths          Weaknesses

-       Konsumsi minuman ringan oleh semua lapisan masyarakat-       Minuman ringan mudah didapatkan

 

 -       Budaya mengkonsumsi minuman ringan     -       Semakin banyak konsumen yang peduli akan kesehatan oleh efek konsumsi minuman ringan dalam jangka panjang

Eksternal          Opportunities    Threats

-      Pendapatan masyarakat yang semakin meningkat-       Populasi yang semakin bertambah    -       Semakin banyak perusahaan minuman ringan dengan berbagai macam brand

  Sekian. 

 Sumber Referensi : 

Marketing (Third Edition), Richard L. Sandhusen

The Concept of Modern Marketing, American Management Association

Sosiologi Konsumsi, Edi Siswoyo & Manasse Malo

Minggu, 29 November 2009

Perilaku konsumen

Perilaku konsumen adalah proses yang dilalui oleh seseorang/ organisasi dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan membuang produk atau jasa setelah dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhannya. Perilaku konsumen akan diperlihatkan dalam beberapa tahap yaitu tahap sebelum pembelian, pembelian, dan setelah pembelian. Pada tahap sebelum pembelian konsumen akan melakukan pencarian informasi yang terkait produk dan jasa. Pada tahap pembelian, konsumen akan melakukan pembelian produk, dan pada tahap setelah pembelian, konsumen melakukan konsumsi (penggunaan produk), evaluasi kinerja produk, dan akhirnya membuang produk setelah digunakan.

Konsumen dapat merupakan seorang individu ataupun organisasi, mereka memiliki peran yang berbeda dalam perilaku konsumsi, mereka mungkin berperan sebagai initiator, influencer, buyer, payer atau user.

Dalam upaya untuk lebih memahami konsumennya sehingga dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen, perusahaan dapat menggolongkan konsumennya ke dalam kelompok yang memiliki kemiripan tertentu, yaitu pengelompokan menurut geografi, demografi, psikografi, dan perilaku.

Perilaku Konsumen sebagai Sebuah Studi

yaitu lebih spesifik lagi bidang pemasaran. Studi tentang perilaku konsumen merupakan integrasi antara berbagai bidang ilmu, yaitu ekonomi, sosiologi, antropologi, dan psikologi. Seiring dengan perkembangan zaman, studi perilaku konsumen ini juga makin berkembang.

Studi perilaku konsumen muncul seiring dengan berkembangnya konsep pemasaran, yang merupakan cara pandang pemasar dalam menghadapi konsumen dan pesaingnya, di mana pemasar berusaha memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen secara lebih efektif dari para pesaingnya. Tujuannya adalah memperoleh kepuasan pelanggan. Sehingga ilmu perilaku konsumen dibutuhkan untuk mengidentifikasi apa kebutuhan dan keinginan konsumen dan pelanggan tersebut sehingga pemasar mampu menyusun dan mengimplementasikan strategi pemasaran yang tepat untuk karakteristik konsumen yang menjadi target pasar.

Pemahaman tentang konsumen ini diperoleh pemasar melalui penelitian-penelitian perilaku konsumen sehingga dapat dipertanggung-jawabkan kebenaran informasi yang terima dan digunakan dalam penyusunan strategi pemasaran.
Perilaku Konsumen dan Strategi

Perilaku konsumen terkait dengan strategi pemasaran, di mana pemasaran harus mampu menyusun kriteria pembentukan segmen konsumen, kemudian melakukan pengelompokan dan menyusun profil dari konsumen tersebut. Kemudian, pemasar memilih salah satu segmen untuk dijadikan pasar sasaran. Dan setelah itu, pemasar menyusun dan mengimplementasikan strategi bauran pemasaran yang tepat untuk segmen tersebut.

Studi tentang perilaku konsumen juga tidak terlepas pada masalah riset pemasaran. Riset pemasaran adalah salah satu perangkat dalam Sistem Informasi Manajemen (SIM), yang melakukan pengumpulan informasi tentang sikap, motivasi, keinginan, dan hal-hal lainnya tentang konsumen. Informasi ini digunakan sebagai dasar bagi pembentukan karakteristik dari segmen konsumen sehingga konsumen dapat dikelompokkan dan diidentifikasikan, dan dapat dibedakan dari segmen lainnya.

Motivasi

Motivasi sebagai tenaga dorong dalam diri individu yang memaksa mereka untuk bertindak, yang timbul sebagai akibat kebutuhan yang tidak terpenuhi. Motivasi muncul karena adanya kebutuhan yang dirasakan. Kebutuhan sendiri muncul karena konsumen merasakan ketidaknyamanan (state of tension) antara yang seharusnya dirasakan dan yang sesungguhnya dirasakan.

Untuk memahami kebutuhan manusia, Teori Maslow dan McClelland menggambarkan bahwa manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan yang berbeda sehingga hal ini dapat digunakan pemasar untuk mendorong konsumsi suatu produk dan atau jasa.

Persepsi

Persepsi didefinisikan sebagai proses yang dilakukan individu untuk memilih, mengatur, dan menafsirkan stimuli ke dalam gambar yang berarti dan masuk akal mengenai dunia, yaitu proses “bagaimana kita melihat dunia di sekeliling kita”. Stimuli ini diterima oleh alat pancaindra manusia. Stimuli mana yang akan diproses tergantung dari apakah stimuli dapat masuk ke dalam proses untuk menginterpretasikannya. Untuk dapat masuk ke dalam proses interpretasi suatu stimuli harus mampu mengekspos manusia (mendapat perhatian) melalui indra penerimaan, artinya harus diperhatikan ambang penerimaan stimuli manusia. Setelah stimuli diterima maka proses interpretasi dapat dilakukan yang terkait dengan faktor individu

Sikap

Terdapat beberapa pengertian sikap yang disampaikan oleh para ahli. Intinya sikap adalah perasaan dari konsumen (positif dan negatif) dari suatu objek setelah dia mengevaluasi objek tersebut. Semakin banyak objek yang dievaluasi akan semakin banyak sikap yang terbentuk.

Sikap memiliki beberapa fungsi, yaitu fungsi penyesuaian, ego defensive, ekspresi nilai, dan pengetahuan. Untuk lebih memahami sikap perlu dipahami beberapa karakteristik sikap, diantaranya memiliki objek, konsisten, intensitas dan dapat dipelajari.

Model dan Teori Sikap

Perkembangan teori tentang sikap sudah sangat maju. Sikap juga dapat digambarkan dalam bentuk model. Model tradisional menggambarkan pengaruh informasi dari lingkungan luar pribadi seseorang, di mana informasi tersebut akan diolah dengan menggunakan elemen internal dari seseorang, untuk menghasilkan sikap terhadap objek. Model analisis konsumen menyebutkan bahwa sikap terdiri dari komponen perasaan (affect) dan kognitif, perilaku, serta lingkungan. Model tiga komponen dan model ABC menyatakan bahwa sikap konsumen dibentuk oleh faktor kognitif, afektif, dan konatif (perilaku atau kecenderungan untuk berperilaku). Teori kongruitas menggambarkan pengaruh antara dua jenis objek, di mana kekuatan satu sama lain dapat saling mempengaruhi persepsi konsumen. Dan model terakhir adalah model Fishbein yang merupakan kombinasi dari kepercayaan objek terkait dengan atribut dan intensitas dari kepercayaan tersebut. Model Fishbein ini kemudian dimodifikasi dengan menambahkan bahwa perilaku dipengaruhi oleh sikap terhadap perilaku dan norma subjektif.

Pembentukan Sikap

Sikap yang terbentuk biasanya didapatkan dari pengetahuan yang berbentuk pengalaman pribadi. Sikap juga dapat terbentuk berdasarkan informasi yang diterima dari orang lain, yang memiliki pengaruh. Kelompok juga menjadi sumber pembentukan sikap yang cukup berpengaruh.

Alur pembentukan sikap dimulai ketika seseorang menerima informasi tentang produk atau jasa. Informasi tersebut, kemudian dievaluasi dan dipilah, berdasarkan kebutuhan, nilai, kepribadian, dan kepercayaan dari individu. Sehingga terjadilah pembentukan, perubahan atau konfirmasi dalam kepercayaan konsumen terhadap produk, serta tingkat kepentingan dari tiap atribut produk terhadap dirinya atau terhadap kebutuhannya saat ini. Hasil akhirnya adalah terbentuknya sikap dari individu terhadap suatu objek (produk, jasa atau hal lainnya). Tingkat komitmen dari pembentukan sikap beragam, mulai dari compliance, identification, sampai kepada internalization. Dalam prinsip konsistensi sikap, terdapat harmoni antara pemikiran, perasaan, dan perbuatan, yang cenderung menimbulkan usaha untuk menciptakan keseimbangan antara ketiganya. Adanya disonansi antara elemen sikap dan perilaku dapat direduksi dengan menghilangkan, menambah atau mengubah keduanya (teori disonansi kognitif). Teori persepsi diri menyatakan bahwa sikap dapat ditentukan dari perilaku yang diobservasi. Adanya penerimaan dan penolakan pesan berdasarkan standar yang dibentuk dari sikap sebelumnya terdapat dalam teori penilaian sosial.

Perubahan Sikap

Strategi perubahan sikap dapat dilakukan baik terhadap produk dengan keterlibatan tinggi, maupun untuk produk dengan tingkat keterlibatan rendah. Usaha mengarahkan audiens untuk produk dengan keterlibatan rendah ditempuh dengan mentransformasi situasi ke arah keterlibatan konsumen yang tinggi. Adapun strategi perubahan sikap konsumen terhadap produk atau jasa tertentu dilakukan dengan menggunakan saluran komunikasi persuasif, yang mengikuti alur proses komunikasi yang efektif. Pemasar harus mampu mengidentifikasi, menganalisis, dan mengoptimalkan penggunaan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi dan dapat menyebabkan perubahan sikap dari penerima pesan atau konsumen. Faktor sumber, pesan, dan penerima pesan dapat digunakan secara optimal untuk menghasilkan perubahan sikap dan tentunya perubahan perilaku positif dari konsumen yang diharapkan oleh pemasar. Kredibilitas dari sumber pesan menjadi fokus dari komunikasi persuasif. Dalam mengelola pesan, yang harus diperhatikan adalah struktur, urutan, dan makna yang terkandung dalam pesan. Karakteristik dari penerima pesan, yang meliputi kepribadian, mood, dan jenis kepercayaan yang dimiliki juga menjadi faktor penentu keberhasilan komunikasi persuasif.

Kepribadian

Konsep kepribadian (personality) dibahas secara teoretis oleh para pakar melalui berbagai sudut pandang yang beraneka ragam, diantaranya menekankan pembahasan kepribadian pada pengaruh sosial dan lingkungan terhadap pembentukan kepribadian secara kontinu dari waktu ke waktu, serta menekankan pada pengaruh faktor keturunan dan pengalaman di awal masa kecil terhadap pembentukan kepribadian.

Tiga karakteristik yang perlu dibahas dalam pembahasan mengenai kepribadian adalah kepribadian mencerminkan perbedaan antarindividu, kepribadian bersifat konsisten dan berkelanjutan, dan kepribadian dapat mengalami perubahan.

Dalam mempelajari kaitan antara kepribadian dan perilaku konsumen, 3 teori kepribadian yang sering digunakan sebagai acuan adalah teori Freudian, Neo Freudian dan teori traits.

Teori Freudian yang diperkenalkan oleh Sigmund Freud, mengungkapkan teori psychoanalytic dari kepribadian yang menjadi landasan dalam ilmu psikologi. Berdasarkan teori Freud, kepribadian manusia terdiri dari 3 bagian atau sistem yang saling berinteraksi satu sama lain. Ketiga bagian tersebut adalah id, superego dan ego. Teori kepribadian Neo-Freudian mengemukakan bahwa faktor utama yang mempengaruhi pembentukan kepribadian manusia bukan dari dirinya sendiri, tetapi dari hubungan sosial. Berdasarkan teori trait, kepribadian diukur melalui beberapa karakteristik psikologis yang bersifat spesifik yang disebut dengan trait. Salah satu tes yang dikenal adalah selected single- trait personality.

Dalam pemahaman mengenai berbagai karakteristik konsumen yang mempengaruhi perilaku mereka dalam melakukan pembelian, beberapa diantaranya adalah keinovatifan konsumen, faktor kognitif konsumen, tingkat materialisme konsumen, dan ethnocentrism konsumen.

Selain product personality, konsumen juga mengenal brand personality, di mana mereka melihat perbedaan trait pada tiap produk yang berbeda juga. Semua kesan yang berhasil ditampilkan oleh merek tersebut dalam benak konsumen menggambarkan bahwa konsumen dapat melihat karakteristik tertentu dari produk, kemudian membentuk brand personality.

Konsep Diri

Konsep diri adalah bagaimana seseorang memandang dirinya sendiri yang kadang-kadang akan berbeda dari pandangan orang lain. Konsep diri konsumen terbagi ke dalam 4 dimensi, yaitu bagaimana mereka sesungguhnya melihat dirinya sendiri, bagaimana mereka ingin melihat diri mereka sendiri, bagaimana sesungguhnya orang lain melihat diri mereka, dan bagaimana mereka ingin orang lain melihat diri mereka.

Bagaimana konsumen memandang diri mereka dapat menjadi dorongan yang kuat pada perilaku mereka di pasar sehingga pemasar dapat menggunakan konsep diri ini dalam merancang strategi pemasaran, misalnya dalam menciptakan merek atau produk baru.

Extended self merujuk pada kecenderungan seseorang untuk mendefinisikan dirinya sendiri berdasarkan kepemilikannya (possession). Kepemilikan yang dimaksud di sini tidak harus sesuatu yang besar, seperti rumah atau mobil, tetapi dapat berupa benda-benda kecil, seperti pigura. Penelitian memperlihatkan, konsumen cenderung untuk memilih produk atau merek yang sesuai dengan dirinya atau dengan apa yang ingin dicapainya sebagai manusia. Lebih banyak wanita daripada pria yang menganggap bahwa produk yang mereka gunakan mencerminkan kepribadiannya sendiri.

Pemasar sebaiknya mengembangkan citra produk sedemikian rupa sehingga sesuai dengan konsep diri yang dianut oleh konsumen. Meskipun konsep diri yang dimiliki seseorang bersifat sangat unik, ada kemungkinan konsep diri antar individu memiliki beberapa kemiripan.

Gaya Hidup

Gaya hidup merupakan pola hidup yang menentukan bagaimana seseorang memilih untuk menggunakan waktu, uang dan energi dan merefleksikan nilai-nilai, rasa, dan kesukaan. Gaya hidup adalah bagaimana seseorang menjalankan apa yang menjadi konsep dirinya yang ditentukan oleh karakteristik individu yang terbangun dan terbentuk sejak lahir dan seiring dengan berlangsungnya interaksi sosial selama mereka menjalani siklus kehidupan.

Konsep gaya hidup konsumen sedikit berbeda dari kepribadian. Gaya hidup terkait dengan bagaimana seseorang hidup, bagaimana menggunakan uangnya dan bagaimana mengalokasikan waktu mereka. Kepribadian menggambarkan konsumen lebih kepada perspektif internal, yang memperlihatkan karakteristik pola berpikir, perasaan dan persepsi mereka terhadap sesuatu.

Gaya hidup yang diinginkan oleh seseorang mempengaruhi perilaku pembelian yang ada dalam dirinya, dan selanjutnya akan mempengaruhi atau bahkan mengubah gaya hidup individu tersebut.

Berbagai faktor dapat mempengaruhi gaya hidup seseorang diantaranya demografi, kepribadian, kelas sosial, daur hidup dalam rumah tangga. Kasali (1998) menyampaikan beberapa perubahan demografi Indonesia di masa depan, yaitu penduduk akan lebih terkonsentrasi di perkotaan, usia akan semakin tua, melemahnya pertumbuhan penduduk, berkurangnya orang muda, jumlah anggota keluarga berkurang, pria akan lebih banyak, semakin banyak wanita yang bekerja, penghasilan keluarga meningkat, orang kaya bertambah banyak, dan pulau Jawa tetap terpadat.

Psikografi

Psikografi adalah variabel-variabel yang digunakan untuk mengukur gaya hidup. Bahkan sering kali istilah psikografi dan gaya hidup digunakan secara bergantian. Beberapa variabel psikografi adalah sikap, nilai, aktivitas, minat, opini, dan demografi. Analisis terhadap variabel-variabel psikografis telah banyak membantu pemasar untuk mengelompokkan konsumen berdasarkan kesamaan tertentu. Hal ini akan membantu penetapan strategi pemasaran agar sesuai dengan target konsumen.

Pengukuran psikografi dapat dilakukan dalam tingkat kespesifikan yang berbeda-beda. Pada satu sisi ekstrem terdapat pengukuran yang bersifat umum yang menyangkut cara-cara umum dalam menjalani kehidupan. Pada satu sisi ekstrem lainnya adalah pengukuran terhadap variabel secara spesifik.

Kebanyakan pengukuran yang dilakukan terhadap psikografis menggunakan variabel-variabel sikap, nilai, demografis dan geografis untuk mengelompokkan konsumen berdasarkan kesamaan-kesamaan tertentu. Pengelompokan yang dilakukan terhadap wanita Inggris menurut gaya hidup yang dicerminkan dari kosmetik yang digunakan, tempat membeli, usia serta kelas sosial menghasilkan 6 kelompok konsumen yaitu self aware, fashion-directed, green goodness, conscience-stricken, dan dowdies. Pengelompokan lainnya dikenal dengan sistem VALS (6 kelompok), MONITOR Mindbase Yankelovich (8 kelompok), Analisis Geo-Demographis (PRIZM) (8 kelompok), dan Global Scan (5 kelompok).
Konsep Dasar Kelompok

Kelompok merupakan kumpulan individu-individu yang saling berinteraksi antara satu dengan yang lainnya selama periode waktu tertentu untuk suatu kebutuhan atau tujuan bersama.

Untuk dapat memahami karakteristik kelompok, perlu dipahami beberapa hal yang terkait dengan kelompok, yaitu status, norma, peran, sosialisasi, dan kekuasaan yang ada di dalam kelompok.

Kekuasaan yang mempengaruhi kelompok ini dapat mempengaruhi perilaku anggotanya, diantaranya kekuasaan karena pemberian penghargaan/hadiah (reward power), kekuasaan karena paksaan melalui hukuman/sangsi (coercive power), kekuasaan yang sah (legitimate power), kekuasaan karena keahlian (expert power), dan kekuasaan karena perasaan/keinginan untuk menjadi anggota kelompok (referent power).

Pengaruh Kelompok terhadap Perilaku Konsumen

Kelompok referensi/acuan adalah individu/kelompok nyata atau khayalan yang memiliki pengaruh evaluasi, aspirasi, bahkan perilaku terhadap orang lain. Kelompok acuan (yang paling berpengaruh terhadap konsumen) mempengaruhi orang lain melalui norma, informasi, dan melalui kebutuhan nilai ekspresif konsumen.

Pemasar harus dapat mengidentifikasi peran seseorang di dalam kelompoknya dalam pengambilan keputusan, dan harus menekankan pada si pengambil keputusan. Penyesuaian dilakukan hanya untuk sekadar menyesuaikan diri agar diterima oleh kelompok atau penyesuaian yang mengubah kepercayaan. Orang butuh untuk menilai opini dan kemampuan mereka dengan membandingkannya dengan opini dan kemampuan orang lain. Dalam polarisasi kelompok, perbedaan pandangan antara kelompok dengan individu, dan kelompok dapat berubah pandangannya dikarenakan informasi dan budaya yang ada.

Kelompok acuan dapat berbentuk organisasi formal yang besar, terstruktur dengan baik, memiliki jadwal pertemuan rutin, dan karyawan-karyawan yang tetap. Di lain pihak, kelompok acuan juga dapat berbentuk kelompok kecil dan informal. Kelompok acuan terdiri dari orang-orang yang dikenal secara mendalam (seperti keluarga atau sahabat) atau orang-orang yang dikenal tanpa ada hubungan yang mendalam (klien) atau orang-orang yang dikagumi (tokoh atau artis). Karena orang cenderung membandingkan dirinya dengan orang lain yang memiliki kemiripan, mereka sering kali terpengaruh dengan mengetahui bagaimana orang lain menginginkan mereka menjalani hidup.

Kecenderungan orang untuk menjadi bagian dari kelompok acuan dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah keakraban, ekspos terhadap seseorang (Mere Exposure), dan kepaduan kelompok.

Terdapat beberapa bentuk kelompok acuan yang dapat mempengaruhi konsumen dalam perilaku konsumsi, yaitu kelompok pertemanan, kelompok belanja, kelompok kerja, komunitas maya dan kelompok aksi konsumen.

Seorang pemberi opini ini adalah orang yang sering kali mampu mempengaruhi sikap atau perilaku orang lain. Opinion leader memiliki sumber informasi yang berharga. Yang biasanya menjadi opinion leader adalah artis, ahli atau pakar di bidang tertentu, orang awam (biasa), pimpinan perusahaan, dan karakter

Keluarga

Rumah tangga (a household) terdiri dari anggota yang terkait dengan keluarga (family) dan semua orang-orang yang tidak terkait yang berada dalam suatu unit tempat tinggal (baik itu rumah, apartemen, kelompok kamar-kamar, dan lain-lain). Rumah tangga dapat terdiri dari dua jenis/ bentuk: keluarga (families) dan non-keluarga (non families).

Suatu keluarga mungkin merupakan suatu keluarga patriat (patriarchal family), di mana sang ayah dipertimbangkan sebagai anggota yang paling dominan, sedangkan dalam suatu keluarga matriat (matriarchal family), pihak wanita memainkan peran dominan, dan membuat banyak keputusan, sedangkan dalam equalitarian family, sang suami dan istri membagi secara seimbang pengambilan keputusan

Keluarga memiliki struktur sendiri, seperti juga yang terjadi pada masyarakat, di mana setiap anggota memainkan perannya masing-masing. Bagi pemasar adalah penting untuk membedakan peran setiap anggota keluarga dalam tujuan untuk mengoptimalkan strategi pemasaran. Asumsi yang dibuat mengenai peran-peran pembelian harus dicek melalui riset konsumen sehingga pemasar dapat membuat bauran pemasaran yang tepat ditujukan terhadap individu yang tepat.

Konsep siklus hidup keluarga atau rumah tangga telah terbukti sangat bermanfaat bagi pemasar, khususnya untuk aktivitas dari keluarga-keluarga seiring dengan berjalannya waktu. Dengan adanya konsep siklus hidup, pemasar mampu mengapresiasi kebutuhan keluarga, pembelian produk, dan sumber daya keuangan bervariasi sepanjang waktu.

Siklus hidup keluarga modern didasarkan pada usia (dari individu wanita dalam rumah tangga, jika tepat), yang ditelusuri dalam kelompok-kelompok usia muda (young), usia menengah (middle aged). Dan kelompok usia lebih tua (elderly). Usia yang beragam ini dipengaruhi oleh dua bentuk peristiwa penting, yaitu (1) pernikahan dan pemisahan (baik karena perceraian atau kematian), dan (2) hadirnya anak pertama dan anak paling akhir.

Kelas Sosial

Kelas sosial didefinisikan sebagai pembagian anggota masyarakat ke dalam suatu hierarki status kelas yang berbeda sehingga para anggota setiap kelas secara relatif mempunyai status yang sama`dan para anggota kelas lainnya mempunyai status yang lebih tinggi atau lebih rendah.

Kategori kelas sosial biasanya disusun dalam hierarki, yang berkisar dari status yang rendah sampai yang tinggi. Dengan demikian, para anggota kelas sosial tertentu merasa para anggota kelas sosial lainnya mempunyai status yang lebih tinggi maupun lebih rendah dari pada mereka.

Aspek hierarkis kelas sosial penting bagi para pemasar. Para konsumen membeli berbagai produk tertentu karena produk-produk ini disukai oleh anggota kelas sosial mereka sendiri maupun kelas yang lebih tinggi, dan para konsumen mungkin menghindari berbagai produk lain karena mereka merasa produk-produk tersebut adalah produk-produk “kelas yang lebih rendah”.

Pendekatan yang sistematis untuk mengukur kelas sosial tercakup dalam berbagai kategori yang luas berikut ini: ukuran subjektif, ukuran reputasi, dan ukuran objektif dari kelas sosial.

Peneliti konsumen telah menemukan bukti bahwa di setiap kelas sosial, ada faktor-faktor gaya hidup tertentu (kepercayaan, sikap, kegiatan, dan perilaku bersama) yang cenderung membedakan anggota setiap kelas dari anggota kelas sosial lainnya.

Para individu dapat berpindah ke atas maupun ke bawah dalam kedudukan kelas sosial dari kedudukan kelas yang disandang oleh orang tua mereka. Yang paling umum dipikirkan oleh orang-orang adalah gerakan naik karena tersedianya pendidikan bebas dan berbagai peluang untuk mengembangkan dan memajukan diri.

Dengan mengenal bahwa para individu sering menginginkan gaya hidup dan barang-barang yang dinikmati para anggota kelas sosial yang lebih tinggi maka para pemasar sering memasukkan simbol-simbol keanggotaan kelas yang lebih tinggi, baik sebagai produk maupun sebagai hiasan dalam iklan yang ditargetkan pada audiens kelas sosial yang lebih rendah.
Budaya

Dalam studi tentang budaya kita perlu memperhatikan karakteristik-karakteristik dari budaya itu sendiri, yaitu budaya itu ditemukan (invented), budaya dipelajari, budaya diyakini dan disebarluaskan secara sosial, budaya-budaya itu serupa tapi tidak sama, budaya itu memuaskan kebutuhan dan diulang-ulang secara konsisten (persistent), budaya bersifat adaptif, budaya itu terorganisasi dan terintegrasi, dan budaya itu dasar aturan (prescriptive).

Nilai adalah ide umum tentang tujuan yang baik dan yang buruk. Dari alur norma atau aturan yang menjelaskan tentang yang benar atau yang salah, yang bisa diterima dan yang tidak. Beberapa norma dikatakan sebagai enacted norms, di mana maksud dari norma tersebut terlihat secara eksplisit, benar dan salah. Namun, banyak norma lain yang lebih halus, ini adalah crescive norm yang telah tertanam dalam budaya dan hanya bisa terlihat melalui interaksi antaranggota dalam budaya.

Nilai-nilai budaya yang berlaku berbeda di setiap wilayah. Nilai yang berlaku di suatu Negara belum tentu berlaku di Negara atau bahkan bisa bertolak belakang dari nilai yang berlaku di Negara lain tersebut. Budaya mempengaruhi konsumen dalam sudut pandang terhadap dirinya dan orang lain, dan karenanya mempengaruhinya dalam berperilaku. Oleh karenanya, budaya sangat mempengaruhi bagaimana konsumen bereaksi atau berperilaku terhadap produk atau inovasi tertentu

Subbudaya

Subbudaya adalah grup budaya dalam cakupan berbeda, yang menggambarkan segmen yang teridentifikasi dalam masyarakat yang lebih besar atau sebuah kelompok budaya tertentu yang berbeda yang hadir sebagai sebuah segmen dalam sebuah masyarakat yang lebih besar dan kompleks.

Analisa subbudaya memungkinkan manajer pemasaran untuk fokus dalam menentukan ukuran segmen pasar dan segmen pasar yang lebih natural. Subbudaya yang penting untuk diperhatikan adalah subbudaya kewarganegaraan, agama, lokasi geografis, ras, usia dan jenis kelamin (Schiffman dan Kanuk, 2004). Selain ketujuh hal tersebut, kelas sosial juga tergolong sebagai subbudaya karena kelas sosial akan mempengaruhi perilaku sebagai akibat dari keanggotaan pada kelas sosial tertentu, termasuk perilaku pada setiap kelas sosial masyarakat seluruh dunia.

Perusahaan yang bergerak dalam pasar global memiliki kebutuhan untuk mengembangkan perencanaan penasaran yang terpisah untuk tiap budaya atau penggunaan satu perencanaan pemasaran yang bisa diimplementasikan dalam tiap daerah/negara. Mengadaptasi budaya dari budaya lokal juga merupakan salah satu cara yang bisa dipertimbangkan.

Saat ini makin banyak konsumen yang dapat menerima barang dan gaya hidup yang digunakan oleh orang yang berada dalam belahan dunia yang lain. Mereka mempunyai peluang untuk mengadopsi produk dan praktik yang berbeda. Tingkat penerimaan seseorang terhadap budaya yang berbeda juga tergantung dari inisiatif konsumen itu sendiri, pengalaman mereka mempengaruhi sikap mereka dalam menerima produk yang berasal dari negara lain. Analisis konsumen lintas budaya didefinisikan sebagai dorongan untuk mengenali persamaan atau perbedaan apa yang terkandung antara konsumen di dua atau lebih negara. Tujuan utama dari analisis konsumen lintas budaya adalah untuk melihat bagaimana persamaan konsumen dalam dua atau lebih masyarakat, dan bagaimana perbedaan mereka.

Pengaruh lintas budaya dan subbudaya dapat berpengaruh terhadap strategi pemasaran, yang akan dibahas dalam bagian ini lebih pada strategi segmentasi dan 4P. Khusus terhadap 4P diharapkan dapat diambil dari pelajaran-pelajaran yang ada dalam kesalahan-kesalahan yang pernah terjadi, misalnya dalam mendefinisikan produk, promosi, dan penetapan harga.

Konsep Dasar Pengambilan Keputusan Konsumen

Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, seorang konsumen harus memilih produk dan/atau jasa yang akan dikonsumsinya. Banyaknya pilihan yang tersedia, kondisi yang dihadapi, serta pertimbangan-pertimbangan yang mendasari akan membuat pengambilan keputusan satu individu berbeda dari individu lainnya. Pada saat seorang konsumen baru akan melakukan pembelian yang pertama kali akan suatu produk, pertimbangan yang akan mendasarinya akan berbeda dari pembelian yang telah berulang kali dilakukan. Pertimbangan-pertimbangan ini dapat diolah oleh konsumen dari sudut pandang ekonomi, hubungannya dengan orang lain sebagai dampak dari hubungan sosial, hasil analisa kognitif yang rasional ataupun lebih kepada ketidakpastian emosi (unsure emosional). Schiffman dan Kanuk (2004) menggambarkan bahwa pada saat mengambil keputusan, semua pertimbangan ini akan dialami oleh konsumen walaupun perannya akan berbeda-beda di setiap individu

Proses Pengambilan Keputusan Konsumen

Proses pengambilan keputusan diawali dengan adanya kebutuhan yang berusaha untuk dipenuhi. Pemenuhan kebutuhan ini terkait dengan beberapa alternatif sehingga perlu dilakukan evaluasi yang bertujuan untuk memperoleh alternatif terbaik dari persepsi konsumen. Di dalam proses membandingkan ini konsumen memerlukan informasi yang jumlah dan tingkat kepentingannya tergantung dari kebutuhan konsumen serta situasi yang dihadapinya.

Keputusan pembelian akan dilakukan dengan menggunakan kaidah menyeimbangkan sisi positif dengan sisi negatif suatu merek (compensatory decision rule) ataupun mencari solusi terbaik dari perspektif konsumen (non-compensatory decision rule), yang setelah konsumsi akan dievaluasi kembali.

Model Pengambilan Keputusan Konsumen

Model-model pengambilan keputusan telah dikembangkan oleh beberapa ahli untuk memahami bagaimana seorang konsumen mengambil keputusan pembelian. Model-model pengambilan keputusan kontemporer ini menekankan kepada aktor yang berperan pada pengambilan keputusan yaitu konsumen, serta lebih mempertimbangkan aspek psikologi dan sosial individu.

Konsumerisme

Konsumerisme adalah suatu gerakan sosial yang dilakukan oleh berbagai pihak yang bertujuan untuk meningkatkan posisi konsumen dalam berinteraksi dengan pihak penjual, baik sebelum, pada saat, dan setelah konsumsi dilakukan. Konsumen perlu mengetahui hak-haknya secara jelas sehingga apabila terjadi ketidaksesuaian yang dirasakan pada tiga fase tersebut, konsumen akan dapat mengidentifikasi letak ketidaksesuaiannya, di mana karena sumber permasalahan dapat berasal dari kecerobohan konsumen itu sendiri.

Perkembangan teknologi informasi dan era perdagangan bebas memunculkan masalah konsumerisme baru yang harus diwaspadai oleh berbagai pihak sehingga dapat mencegah dampak yang merusak bagi konsumen

Model dan Penelitian terhadap Perilaku Konsumen

Dalam usaha untuk lebih memahami perilaku konsumen, seorang pemasar akan melakukan penelitian yang terkait dengan konsumen dan produk yang dipasarkan. Penelitian ini dilakukan dalam upaya untuk mengumpulkan informasi mengenai karakteristik perilaku konsumen sehingga seorang pemasar akan dapat lebih mengenal siapa konsumennya, dan bagaimana perilaku mereka dalam mencari, menggunakan, dan membuang produk. Perilaku konsumen sangat kompleks dan melibatkan banyak variabel dalam analisis sehingga diperlukan model-model perilaku konsumen untuk menyederhanakan gambaran dan keterkaitan antar variabel tersebut dalam perilaku konsumen. Dengan berpedoman kepada model-model perilaku konsumen yang telah ada maka penelitian akan lebih mudah dilakukan karena variabel-variabel terkait sudah teridentifikasi di dalam model-model tersebut.

Lembaga Perlindungan Konsumen

Tidak pahamnya konsumen mengenai hak dan kewajibannya sebagai seorang konsumen yang menggunakan barang dan atau jasa yang disediakan oleh pelaku bisnis, sering kali menimbulkan permasalahan yang merugikan konsumen. Kerugian dapat berupa kerugian fisik (kesehatan dan keselamatan) maupun kerugian nonfisik yaitu uang. Sering kali konsumen hanya pasrah setelah menerima perlakuan yang merugikan mereka, yang disebabkan karena mereka tidak tahu bagaimana dan kepada siapa harus mengadukan permasalahannya.

Perlindungan konsumen ini tertuang dalam Undang-undang No.8 Tahun 1999 yang dikenal dengan Undang-undang Perlindungan Konsumen (UUPK), di mana secara jelas diuraikan berbagai hal mengenai hak dan kewajiban konsumen dan pelaku bisnis serta pihak-pihak yang terkait dalam program Perlindungan Konsumen. Salah satu lembaga yang bergerak dalam perlindungan konsumen ini adalah Yayasan lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) yang tujuan utamanya adalah untuk membantu konsumen Indonesia agar tidak dirugikan dalam mengonsumsi barang dan atau jasa.

Globalisasi dan Perubahan Perilaku Konsumen

Globalisasi menghilangkan batas-batas negara untuk mengonsumsi suatu produk atau jasa. Teknologi informasi akan memudahkan konsumen untuk memperoleh informasi yang terkait dengan perilaku konsumsi, produk, dan gaya hidup di negara lain dan akan mempengaruhi perilaku konsumsinya sendiri. Teknologi informasi juga mempengaruhi pelaku bisnis dalam hal penyebaran informasi dan melakukan komunikasi dengan konsumen.

Pada saat seorang konsumen mengambil keputusan pembelian, mereka juga mempertimbangkan negara asal dari merek sebagai bahan evaluasi. Konsumen memiliki sikap, preferensi, dan persepsi tertentu terhadap produk atau jasa yang dihasilkan suatu negara. Efek negara asal ini mempengaruhi bagaimana konsumen menilai kualitas dan pilihan mereka terhadap produk yang akan dikonsumsi.

Sumber buku perilaku konsumen karya Tengku Ezni Balqiah