Ejaan Yang Disempurnakan atau EYD dalam Bahasa Indonesia
PEDOMAN UMUM EJAAN
BAHASA INDONESIA
YANG DISEMPURNAKAN
Berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia,
Nomor 0543a/U/1987,
tanggal 9 September 1987
Pusat Bahasa
Departemen Pendidikan Nasional
Republik Indonesia
I. PEMAKAIAN HURUF
I. PEMAKAIAN HURUF
A. Huruf Abjad
Abjad yang digunakan dalam ejaan bahasa Indonesia terdiri atas huruf yang berikut. Nama tiap huruf disertakan di sebelahnya.
Huruf
A a
B b
C c
D d
E e
F f
G g
H h
I i
J j
K k
L l
M m
N n
O o
P p
Q q
R r
S s
T t
U u
V v
W w
X x
Y y
Z z
B. Huruf Vokal
Huruf yang melambangkan vokal dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf a, e, i, o, dan u.
C. Huruf Konsonan
Huruf yang melambangkan konsonan dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf-huruf b, c, d, f, g, h, j, k, l, m, n, p, q, r, s, t, v, w, x, y, dan z.
D. Huruf Diftong
Di dalam bahasa Indonesia terdapat diftong yang dilambangkan dengan ai, au, dan oi.
E. Gabungan Huruf Konsonan
Di dalam bahasa Indonesia terdapat empat gabungan huruf yang melambangkan konsonan, yaitu kh, ng, ny, dan sy.
F. Pemenggalan Kata
1. Pemenggalan kata pada kata dasar dilakukan sebagai berikut.
a. Jika di tengah kata ada vokal yang berurutan, pemenggalan itu dilakukan di antara kedua huruf vokal itu.
Misalnya: ma-in, sa-at, bu-ah
b. Jika di tengah kata ada huruf konsonan, termasuk gabungan huruf konsonan, di antara dua buah huruf vokl, pemenggalan dilakukan sebelum huruf konsonan.
Misalnya: ba-pak, ba-rang, ke-nyang
c. Jika di tengah kata ada huruf konsonan yang berurutan, pemenggalan dilakukan di antara kedua hufur konsonan itu. Gabungan huruf konsonan tidak pernah diceraikan.
Misalnya: man-di, som-bong
d. Jika di tengah kata ada tiga buah huruf konsonan atau lebih, pemenggalan dilakukan di antara huruf konsonan yang pertama dan huruf konsonan yang kedua.
Misalnya: in-strumen, in-fra
2. Imbuhan akhiran dan imbuhan awalan, termasuk awalan yang mengalami perubahan bentuk serta partikel yang biasanya ditulis serangkai dengan kata dasarnya, dapat dipenggal pada pergantian baris.
A. Huruf Abjad
Abjad yang digunakan dalam ejaan bahasa Indonesia terdiri atas huruf yang berikut. Nama tiap huruf disertakan di sebelahnya.
Huruf
A a
B b
C c
D d
E e
F f
G g
H h
I i
J j
K k
L l
M m
N n
O o
P p
Q q
R r
S s
T t
U u
V v
W w
X x
Y y
Z z
B. Huruf Vokal
Huruf yang melambangkan vokal dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf a, e, i, o, dan u.
C. Huruf Konsonan
Huruf yang melambangkan konsonan dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf-huruf b, c, d, f, g, h, j, k, l, m, n, p, q, r, s, t, v, w, x, y, dan z.
D. Huruf Diftong
Di dalam bahasa Indonesia terdapat diftong yang dilambangkan dengan ai, au, dan oi.
E. Gabungan Huruf Konsonan
Di dalam bahasa Indonesia terdapat empat gabungan huruf yang melambangkan konsonan, yaitu kh, ng, ny, dan sy.
F. Pemenggalan Kata
1. Pemenggalan kata pada kata dasar dilakukan sebagai berikut.
a. Jika di tengah kata ada vokal yang berurutan, pemenggalan itu dilakukan di antara kedua huruf vokal itu.
Misalnya: ma-in, sa-at, bu-ah
b. Jika di tengah kata ada huruf konsonan, termasuk gabungan huruf konsonan, di antara dua buah huruf vokl, pemenggalan dilakukan sebelum huruf konsonan.
Misalnya: ba-pak, ba-rang, ke-nyang
c. Jika di tengah kata ada huruf konsonan yang berurutan, pemenggalan dilakukan di antara kedua hufur konsonan itu. Gabungan huruf konsonan tidak pernah diceraikan.
Misalnya: man-di, som-bong
d. Jika di tengah kata ada tiga buah huruf konsonan atau lebih, pemenggalan dilakukan di antara huruf konsonan yang pertama dan huruf konsonan yang kedua.
Misalnya: in-strumen, in-fra
2. Imbuhan akhiran dan imbuhan awalan, termasuk awalan yang mengalami perubahan bentuk serta partikel yang biasanya ditulis serangkai dengan kata dasarnya, dapat dipenggal pada pergantian baris.
II. PEMAKAIAN HURUF KAPITAL DAN HURUF MIRING
II. PEMAKAIAN HURUF KAPITAL DAN HURUF MIRING
A. Huruf Kapital atau Huruf Besar
1. Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat.
2. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama petikan langsung
3. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama dalam ungkapan yang berhubungan dengan nama Tuhan dan kitab suci, termasuk kata ganti untuk Tuhan.
4. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama orang.
5. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang atau yang dipakai sebagai pengganti nama orang tertentu, nama instansi, atau nama tempat.
6. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur-unsur nama orang.
7. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa.
8. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan peristiwa sejarah.
9. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama geografi.
10. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua unsur nama negara, lembaga pemerintahan dan ketatanegaraan, serta nama dokumen resmi kecuali kata seperti dan.
11. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat pada nama badan, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta dokumen resmi.
12. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata di dalam nama buku, majalah, surat kabar, dan judul karangan, kecuali kata seperti di, ke, dari, dan, yang, dan untuk yang tidak terletak pada posisi awal.
13. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur singkatan nama gelar, pangkat, dan sapaan.
14. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan seperti bapak, ibu, saudara, kakak, adik, dan paman yang dipakai dalam penyapaan dan pengacuan.
15. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata ganti Anda.
B. Huruf Miring
1. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam tulisan.
2. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk mengaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata.
3. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan kata nama ilmiah atau ungkapan asing kecuali yang telah disesuaikan ejaannya.
A. Huruf Kapital atau Huruf Besar
1. Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat.
2. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama petikan langsung
3. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama dalam ungkapan yang berhubungan dengan nama Tuhan dan kitab suci, termasuk kata ganti untuk Tuhan.
4. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama orang.
5. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang atau yang dipakai sebagai pengganti nama orang tertentu, nama instansi, atau nama tempat.
6. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur-unsur nama orang.
7. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa.
8. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan peristiwa sejarah.
9. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama geografi.
10. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua unsur nama negara, lembaga pemerintahan dan ketatanegaraan, serta nama dokumen resmi kecuali kata seperti dan.
11. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat pada nama badan, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta dokumen resmi.
12. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata di dalam nama buku, majalah, surat kabar, dan judul karangan, kecuali kata seperti di, ke, dari, dan, yang, dan untuk yang tidak terletak pada posisi awal.
13. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur singkatan nama gelar, pangkat, dan sapaan.
14. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan seperti bapak, ibu, saudara, kakak, adik, dan paman yang dipakai dalam penyapaan dan pengacuan.
15. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata ganti Anda.
B. Huruf Miring
1. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam tulisan.
2. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk mengaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata.
3. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan kata nama ilmiah atau ungkapan asing kecuali yang telah disesuaikan ejaannya.
III. PENULISAN KATA
III. PENULISAN KATA
A. Kata Dasar
Kata yang berupa kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan.
Misalnya: ibu, percaya, kantor
B. Kata Turunan
1. Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan kata dasarnya. Misalnya: dikelola, bergeletar, penetapan
2. Jika bentuk dasar berupa gabungan kata, awalan atau akhiran ditulis serangkai dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya. Misalnya: bertepuk tangan, garis bawahi
3. Jika bentuk dasar yang berupa gabungan kata mendapat awalan dan akhiran sekaligus, unsur gabungan kata itu ditulis serangkai. Mislanya: menggarisbawahi, penghacurleburan
4. Jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan kata itu ditulis serangkai. Misalnya: adipati, mahasiswa, mancanegara
C. Bentuk Ulang
Bentuk ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda hubung. Misalnya: anak-anak, gerak-gerik
D. Gabungan Kata
1. Gabungan kata yang lazin disebut kata majemuk, termasuk istilah khusus, unsur-unsurnya ditulis terpisah. Misalnya: duta besar, orang tua, kambing hitam
2. Gabungan kata, termasuk istilah khusus, yang mungkin menimbulkan kesalahan pengertian, dapat ditulis dengan tanda hubung untuk menegaskan pertalian di antara unsur yang bersangkutan. Misalnya: alat pandang-dengar
3. Gabungan kata berikut ditulis serangkai. Misalnya: acapkali, matahari, manasuka
E. Kata Ganti –ku, kau-, -mu, dan –nya
Kata ganti ku- dan kau- ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya; -ku, -mu, dan –nya ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya. Misalnya: kumiliki, kauambil, bukuku, rumahmu, bajunya
F. Kata Depan di, ke, dan dari
Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya kecuali di dalam gabungan kata yang sudah lazim dianggap sebagai satu kata seperti kepada dan daripada. Misalnya: di lemari ke pasar, dari Banjarmasin
G. Kata si dan sang
Kata si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya. Misalnya: sang Kancil, si pengirim
H. Partikel
1. Paratikel –lah, -kah, dan -tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya. Misalnya: Bacalah buku itu baik-baik.
2. Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya. Misalnya: Apa pun yang dimakannya, ia tetap kurus.
3. Partikel per yang berarti ‘mulai’, ‘demi’, dan ‘tiap’ ditulis terpisah dari bagian kalimat yang mendahului atau mengikutinya. Misalnya: …per 1 April.
I. Singkatan dan Akronim
1. Singkatan ialah bentuk yang dipendekkan yang terdiri atas satu huruf atau lebih.
a. Singkatan nama orang orang, nama gelar, sapaan, jabatan, atau pangkat diikuti dengan tanda titik. Misalnya:A.S. Kramawijaya
b. Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau organisasi, serta nama dokumen resmi yang terdiri atas huruf awal kata ditulis dengan huruf kapital dan tidak diikuti dengan tanda titik. Misanya: DPR
c. Singkatan umum yang terdiri atas tiga huruf atau lebih diikuti satu tanda titik. Misalnya: dll.
d. Lambang kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang tidak diikuti tanda titik. Misalnya: Cu, TNT, Rp
2. Akronim ialah singkatan yang berupa gabungan huruf awal, gabungan suku kata ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata yang diperlakukan sebagai kata.
a. Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal dari deret kata ditulis seluruhnya dengan huruf kapital. Misalnya: ABRI, LAN, IKIP
b. Akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf dan suku kata dari deret kata ditulis dengan huruf awal huruf kapital Misalnya: Akabri, Bappenas
c. Akronim yang bukan nama diri yang berupa gabungan huruf, suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata seluruhnya ditulis dengan huruf kecil. Misalnya: pemilu, radar, rapim
J. Angka dan Lambang Bilangan
1. Angka dipakai untuk menyatakan lambang bilangan atau nomor. Di dalam tulisan lazim digunakan angka Arab atau angka Romawi. Angka Arab: 0, 1, 2 Angka Romawi: I, II
2. Angka digunakan untuk menyatakan (i) ukuran panjang, berat, luas, dan isi, (ii) satuan waktu, (iii) nilai uang, dan (iv) kuantitas. Misalnya: 0,5 sentimeter, 100 yen
3. Angka lazim dipakai untuk melambangkan nomor jalan, rumah, apartemen, atau kamar pada alamat. Misalnya: Jalan Tanah Abang I No. 15
4. Angka digunakan juga untuk menomori bagian karangan dan ayat kitab suci. Misalnya: Bab X, Pasal 5, halaman 252
5. Penulisan lambang bilangan dengan huruf dilakukan sebagai berikut.
a. Bilangan utuh. Misalnya: dua puluh dua, dua ratus dua puluh dua
b. Bilangan pecahan. Misalnya: seperenam belas, tiga dua pertiga
6. Penulisan lambang bilangan tingkat dapat dilakukan dengan cara yang berikut. Misalnya: Paku Buwono X, Bab II, Tingkat V, Abad ke-20
7. Penulisan lambang bilangan yang mendapat akhiran –an mengikuti cara yang berikut. Misalnya: tahun ’50-an, uang 5000-an
8. Lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf kecuali jika beberapa lambang bilagan dipakai secara berurutan, seperti dalam perincian dan pemaparan. Misalnya: Amir menonton drama itu sampai tiga kali.
9. Lambang bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf. Jika perlu, sesunan kalimat diubah sehingga bilangan yang tidak dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata tidak terdapat pada awal kalimat. Misalnya: Pak Darmo mengundang 250 orang tamu.
10. Angka yang menunjukkan bilangan utuh yang besar dapat dieja sebagian supaya lebih mudah dibaca. Misalnya: Perusahaan itu baru saja mendapat pinaman 250 juta rupiah.
11. Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus dalam teks kecuali di dalam dokumen resmi seperti akta dan kuitansi. Misalnya: Kantor kami memunyai dua puluh orang pegawai.
12. Jika bilangan dilambangkan dengan angka dan huruf, penulisannya harus tepat. Misalnya: Saya lampirkan tanda uang sebesar Rp 999,75 (sembilan ratus sembilan puluh sembilan dan tujuh puluh lima perseratus rupiah).
A. Kata Dasar
Kata yang berupa kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan.
Misalnya: ibu, percaya, kantor
B. Kata Turunan
1. Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan kata dasarnya. Misalnya: dikelola, bergeletar, penetapan
2. Jika bentuk dasar berupa gabungan kata, awalan atau akhiran ditulis serangkai dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya. Misalnya: bertepuk tangan, garis bawahi
3. Jika bentuk dasar yang berupa gabungan kata mendapat awalan dan akhiran sekaligus, unsur gabungan kata itu ditulis serangkai. Mislanya: menggarisbawahi, penghacurleburan
4. Jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan kata itu ditulis serangkai. Misalnya: adipati, mahasiswa, mancanegara
C. Bentuk Ulang
Bentuk ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda hubung. Misalnya: anak-anak, gerak-gerik
D. Gabungan Kata
1. Gabungan kata yang lazin disebut kata majemuk, termasuk istilah khusus, unsur-unsurnya ditulis terpisah. Misalnya: duta besar, orang tua, kambing hitam
2. Gabungan kata, termasuk istilah khusus, yang mungkin menimbulkan kesalahan pengertian, dapat ditulis dengan tanda hubung untuk menegaskan pertalian di antara unsur yang bersangkutan. Misalnya: alat pandang-dengar
3. Gabungan kata berikut ditulis serangkai. Misalnya: acapkali, matahari, manasuka
E. Kata Ganti –ku, kau-, -mu, dan –nya
Kata ganti ku- dan kau- ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya; -ku, -mu, dan –nya ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya. Misalnya: kumiliki, kauambil, bukuku, rumahmu, bajunya
F. Kata Depan di, ke, dan dari
Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya kecuali di dalam gabungan kata yang sudah lazim dianggap sebagai satu kata seperti kepada dan daripada. Misalnya: di lemari ke pasar, dari Banjarmasin
G. Kata si dan sang
Kata si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya. Misalnya: sang Kancil, si pengirim
H. Partikel
1. Paratikel –lah, -kah, dan -tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya. Misalnya: Bacalah buku itu baik-baik.
2. Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya. Misalnya: Apa pun yang dimakannya, ia tetap kurus.
3. Partikel per yang berarti ‘mulai’, ‘demi’, dan ‘tiap’ ditulis terpisah dari bagian kalimat yang mendahului atau mengikutinya. Misalnya: …per 1 April.
I. Singkatan dan Akronim
1. Singkatan ialah bentuk yang dipendekkan yang terdiri atas satu huruf atau lebih.
a. Singkatan nama orang orang, nama gelar, sapaan, jabatan, atau pangkat diikuti dengan tanda titik. Misalnya:A.S. Kramawijaya
b. Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau organisasi, serta nama dokumen resmi yang terdiri atas huruf awal kata ditulis dengan huruf kapital dan tidak diikuti dengan tanda titik. Misanya: DPR
c. Singkatan umum yang terdiri atas tiga huruf atau lebih diikuti satu tanda titik. Misalnya: dll.
d. Lambang kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang tidak diikuti tanda titik. Misalnya: Cu, TNT, Rp
2. Akronim ialah singkatan yang berupa gabungan huruf awal, gabungan suku kata ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata yang diperlakukan sebagai kata.
a. Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal dari deret kata ditulis seluruhnya dengan huruf kapital. Misalnya: ABRI, LAN, IKIP
b. Akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf dan suku kata dari deret kata ditulis dengan huruf awal huruf kapital Misalnya: Akabri, Bappenas
c. Akronim yang bukan nama diri yang berupa gabungan huruf, suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata seluruhnya ditulis dengan huruf kecil. Misalnya: pemilu, radar, rapim
J. Angka dan Lambang Bilangan
1. Angka dipakai untuk menyatakan lambang bilangan atau nomor. Di dalam tulisan lazim digunakan angka Arab atau angka Romawi. Angka Arab: 0, 1, 2 Angka Romawi: I, II
2. Angka digunakan untuk menyatakan (i) ukuran panjang, berat, luas, dan isi, (ii) satuan waktu, (iii) nilai uang, dan (iv) kuantitas. Misalnya: 0,5 sentimeter, 100 yen
3. Angka lazim dipakai untuk melambangkan nomor jalan, rumah, apartemen, atau kamar pada alamat. Misalnya: Jalan Tanah Abang I No. 15
4. Angka digunakan juga untuk menomori bagian karangan dan ayat kitab suci. Misalnya: Bab X, Pasal 5, halaman 252
5. Penulisan lambang bilangan dengan huruf dilakukan sebagai berikut.
a. Bilangan utuh. Misalnya: dua puluh dua, dua ratus dua puluh dua
b. Bilangan pecahan. Misalnya: seperenam belas, tiga dua pertiga
6. Penulisan lambang bilangan tingkat dapat dilakukan dengan cara yang berikut. Misalnya: Paku Buwono X, Bab II, Tingkat V, Abad ke-20
7. Penulisan lambang bilangan yang mendapat akhiran –an mengikuti cara yang berikut. Misalnya: tahun ’50-an, uang 5000-an
8. Lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf kecuali jika beberapa lambang bilagan dipakai secara berurutan, seperti dalam perincian dan pemaparan. Misalnya: Amir menonton drama itu sampai tiga kali.
9. Lambang bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf. Jika perlu, sesunan kalimat diubah sehingga bilangan yang tidak dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata tidak terdapat pada awal kalimat. Misalnya: Pak Darmo mengundang 250 orang tamu.
10. Angka yang menunjukkan bilangan utuh yang besar dapat dieja sebagian supaya lebih mudah dibaca. Misalnya: Perusahaan itu baru saja mendapat pinaman 250 juta rupiah.
11. Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus dalam teks kecuali di dalam dokumen resmi seperti akta dan kuitansi. Misalnya: Kantor kami memunyai dua puluh orang pegawai.
12. Jika bilangan dilambangkan dengan angka dan huruf, penulisannya harus tepat. Misalnya: Saya lampirkan tanda uang sebesar Rp 999,75 (sembilan ratus sembilan puluh sembilan dan tujuh puluh lima perseratus rupiah).
IV. PENULISAN UNSUR SERAPAN
IV. PENULISAN UNSUR SERAPAN
Dalam perkembangannya, bahasa Indonesia menyerap unsur dari pelbagai bahasa lain, baik dari bahasa daerah maupun dari bahasa asing seperti Sansekerta, Arab, Portugis, Belanda, atau Inggris.
Berdasarkan taraf integrasinya, unsur pinjaman dalam bahasa Indonesia dapat dibagi atas dua golongan besar.
Pertama, unsur pinjaman yang belum sepenuhnya terserap ke dalam bahasa Indonesia, seperti reshuffle, shuttle cock. Unsur-unsur ini dipakai dalam konteks bahasa Indonesia, tetapi pengucapannya masih mengikuti cara asing.
Kedua, unsur pinjaman yang pengucapan dan penulisannya disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia. Dalam hal ini diusahakan agar ejaannya hanya diubah seperlunya sehingga bentuk Indonesianya masih dapat dibandingkan dengan dengan bentuk asalnya.
Dalam perkembangannya, bahasa Indonesia menyerap unsur dari pelbagai bahasa lain, baik dari bahasa daerah maupun dari bahasa asing seperti Sansekerta, Arab, Portugis, Belanda, atau Inggris.
Berdasarkan taraf integrasinya, unsur pinjaman dalam bahasa Indonesia dapat dibagi atas dua golongan besar.
Pertama, unsur pinjaman yang belum sepenuhnya terserap ke dalam bahasa Indonesia, seperti reshuffle, shuttle cock. Unsur-unsur ini dipakai dalam konteks bahasa Indonesia, tetapi pengucapannya masih mengikuti cara asing.
Kedua, unsur pinjaman yang pengucapan dan penulisannya disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia. Dalam hal ini diusahakan agar ejaannya hanya diubah seperlunya sehingga bentuk Indonesianya masih dapat dibandingkan dengan dengan bentuk asalnya.
V. PEMAKAIAN TANDA BACA
V. PEMAKAIAN TANDA BACA
A. Tanda Titik (.)
B. Tanda Koma (,)
C. Tanda Titik Koma (;)
D. Tanda Titik Dua (:)
E. Tanda Hubung (-)
F. Tanda Pisah (—)
G. Tanda Elipsis (…)
H. Tanda Tanya (?)
I. Tanda Seru (!)
J. Tanda Kurung ( (…) )
K. Tanda Kurung Siku ( […] )
L. Tanda Petik ( “…” )
M. Tanda Petik Tunggal ( ‘…’ )
N. Tanda Garis Miring (/)
O. Tanda Penyingkat atau Apostrof (‘)
A. Tanda Titik (.)
B. Tanda Koma (,)
C. Tanda Titik Koma (;)
D. Tanda Titik Dua (:)
E. Tanda Hubung (-)
F. Tanda Pisah (—)
G. Tanda Elipsis (…)
H. Tanda Tanya (?)
I. Tanda Seru (!)
J. Tanda Kurung ( (…) )
K. Tanda Kurung Siku ( […] )
L. Tanda Petik ( “…” )
M. Tanda Petik Tunggal ( ‘…’ )
N. Tanda Garis Miring (/)
O. Tanda Penyingkat atau Apostrof (‘)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar